Pada
saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma. Namun
akibat berbagai faktor maka sel telur yang telah dibuahi sperma tidak
dapat berkembang sempurna, dan hanya terbentuk plasenta yang berisi
cairan. Meskipun demikian plasenta tersebut tetap tertanam di dalam
rahim. Plasenta menghasilkan hormon HCG (human chorionic gonadotropin)
dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan
otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam
rahim. Hormon HCG yang menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan
seperti mual, muntah, ngidam dan menyebabkan tes kehamilan menjadi
positif. Karena tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada
umumnya mengukur kadar hormon HCG (human chorionic gonadotropin) yang
sering disebut juga sebagai hormon kehamilan.
Hingga
saat ini belum ada cara untuk mendeteksi dini kehamilan blighted ovum.
Seorang wanita baru dapat diindikasikan mengalami blighted ovum bila
telah melakukan pemeriksaan USG transvaginal. Namun tindakan tersebut
baru bisa dilakukan saat kehamilan memasuki usia 6-7 minggu. Sebab saat
itu diameter kantung kehamilan sudah lebih besar dari 16 milimeter
sehingga bisa terlihat lebih jelas. Dari situ juga akan tampak, adanya
kantung kehamilan yang kosong dan tidak berisi janin.
Karena
gejalanya yang tidak spesifik, maka biasanya blighted ovum baru
ditemukan setelah akan tejadi keguguran spontan dimana muncul keluhan
perdarahan. Selain blighted ovum, perut yang membesar seperti hamil,
dapat disebabkan hamil anggur (mola hidatidosa), tumor rahim atau
penyakit usus.
Sekitar
60% blighted ovum disebabkan kelainan kromosom dalam proses pembuahan
sel telur dan sperma. Infeksi TORCH, rubella dan streptokokus, penyakit
kencing manis (diabetes mellitus) yang tidak terkontrol, rendahnya kadar
beta HCG serta faktor imunologis seperti adanya antibodi terhadap janin
juga dapat menyebabkan blighted ovum. Risiko juga meningkat bila usia
suami atau istri semakin tua karena kualitas sperma atau ovum menjadi
turun.
Jika
telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah
mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan
dianalisa untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi
penyebabnya. Jika karena infeksi maka dapat diobati sehingga kejadian
ini tidak berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan
program imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan.
Untuk
mencegah terjadinya blighted ovum, maka dapat dilakukan beberapa
tindakan pencegahan seperti pemeriksaan TORCH, imunisasi rubella pada
wanita yang hendak hamil, bila menderita penyakit disembuhkan dulu,
dikontrol gula darahnya, melakukan pemeriksaan kromosom terutama bila
usia di atas 35 tahun, menghentikan kebiasaan merokok agar kualitas
sperma/ovum baik, memeriksakan kehamilan yang rutin dan membiasakan pola
hidup sehat.
No comments:
Post a Comment