BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam
menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi adalah suatu cara untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan
sakit atau hanya sakit ringan. Dengan imunisasi, berbagai penyakit seperti TBC,
difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, poliomielitis, dan campak dapat
dicegah.
Pentingnya pemberian imunisasi dapat dilihat dari banyaknya balita yang
meninggal akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.. Hal itu sebenarnya tidak perlu terjadi karena penyakit-penyakit tersebut dapat dicegah dengan
imunisasi. Oleh kaerna itu, untuk mecegah balita menderita beberapa penyakit
yang berbahaya, imunisasi pada bayi dan balita harus dilakukan sedini mungkin
dan pada waktu yang tepat dan lengkap serta diberikan sesuai jadwal. Dan dalam
pemberian imunisasi perlu diperhatikan indikasi dan kontra indikasi dalam
pemberian imunisasi pada bayi.
B.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui definisi imunisasi
2.
Untuk
mengetahui macam-macam imunisasi
3.
Untuk mengetahui
imunisasi dasar dan imunisasi ulangan
4.
Untuk
mengetahui manfaat imunisasi
C.
Manfaat
1.
Menambah
pengetahun dan wawasan mengenai imunisai
2.
Memahami
pentingnya imunisasi pada neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemenuhan Pada Neonatus Dan Bayi Dengan Masalah Pemberian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya sakit ringan. Pemenuhan imunisasi pada neonatus dan bayi terdiri
dari :
§ Imunisasi dasar
§ Imunisasi ulangan
B.
Imunisassi Dasar
1. Pengertian
Imunisasi dasar adalah imunisasi yang diberikan untuk
mendapatkan kekebalan awal secara aktif.
2. Macam-macam imunisasi dasar
Pemerintah
melalui Program Pemberian Imunisasi (PPI), mewajibkan 5 jenis imunisasi dasar
pada anak dibawah usia 1 tahun, antara lain :
a. BCG (Bassile Calmatte-Guerin)
Bassile
Calmatte-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari mycobacterium bovis yang
dibiakkan berulang selama 1-3 tahun, sehingga didapat basil yang tidak virulen
yang masih mempunyai imunogenitas. Vaksin BCG menimbulkan sensitivitas terhadap
tuberculin.
Vaksin
BCG ini bertujuan untuk mengurangi resiko tuberculosis ringan maupun berat yang
sering menyerang paru-paru, tetapi dapat juga menyerang organ-organ lain
seperti selaput otak, tulang, kelenjar supervisialis dan lain-lain.
Vaksin
BCG diberikan secara intradermal/intracutan 0,10 ml untuk anak dan 0,05 ml
untuk bayi baru lahir. Penyuntikan BCG sebaiknya diberikan pada deltoid kanan,
sehingga bila terjadi limfa denitis (pada aksila) akan lebih mudah terdeteksi. Vaksin
BCG tidak boleh terkena sinar matahari, tidak boleh beku, dan harus disimpan
pada suhu 2-8oC. vaksin yang telah diencerkan harus dibuang dalam 8
jam. Imunisasi BCG diberikan pada anak ketika berumur ≤ 2 bulan dan sebaiknya
dilakukan uji Mantoux (tuberculin) terlebih dahulu ( imunisasi bisa diberikan jika uji Mantoux negative).
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
Penyuntikan
BCG secara interdermal yang benar akan menimbulkan ulkus local superficial di 3
minggu setelah penyuntikan dan akan sembuh dalam 2-3 minggu dan meninggalkan
parut bulat dengan diameter 4-8 mm. jika dosis tinggi maka ulkus yang timbul
lebih besar, apabila penyuntikan terlalu dalam maka parut akan tertarik ke
dalam.
Kontraindikasi
Tenaga
kesehatan tidak dianjurkan untuk melakukan imunisasi BCG, jika ditemukan
hal-hal berikut.
1.
Reaksi uji tuberculin > 5 mm.
2.
Terinfeksi HIV atau dengan resiko tinggi HIV, imunokompromais akibat
pengobatan kortikosteroid, obat imunosupresif, sedang menjalani terapi
radiasi,serta menderita penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau
sumsum limfe .
3.
Anak menderita gizi buruk
4.
Anak menderita demam tinggi
5.
Anak menderita infeksi kulit yang
luas
6.
Anak pernah menderita tuberculosis
7.
Kehamilan
Rekomendasi
1.
Imunisasi BCG diberikan pada saat bayi berusia ≤ 2 bulan
2.
Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB, dan melalui pemeriksaan
sputum didapati BTA ( +3) maka sebaiknya diberikan INH Profilaksis terlebih
dahulu, dan jika kontak sudah tenang diberi BCG
3.
Jangan melakukan imunisasi BCG pada bayi atau anak dengan
imunodevisiensi, misalnya HIV, gizi buruk dan lain-lain
b. Hepatitis B
Hepatitis
B merupakan penyakit endemic di hampir seluruh bagian dunia. Penyakit hepatitis
B pada anak tidak jarang menimbulkan
gejala yang minimal bahkan subklinis, namun sering menyebabkan hepatitis kronik,
yang dalam kurun waktu 10-20 tahun dapat berkembang menjadi sirosis atupun
hepatoma, sedangkan pada orang dewasa lebih sering menjadi hepatitis akut.
Hepatitis B juga dapat berkembang menjadi bentuk fulminan dengan angka kematian
yang tinggi. Pencegahnnya dengan menghindari kontak dengan pengidap, donor
darah, organ tubuh, transplantasi, maupun alat-alat kedokteran dapat pula
dengan pemberian kekebalan melalui imunisasi pasif maupun aktif.
Imunisasi
pasif dilakukan dengan pemberian immunoglobulin (IG)/ Immune Serum Globulin
(ISG) atau hepatitis B immuneglobulin (HBIG).
Imunisasi
aktif dilakukan dengan pemberian partikel HbsAg. Ada tiga jenis vaksin
hepatitis B yaitu:
1.
Vaksin yang berasal dari plasma.
2.
Vaksin yang dibuat dengan teknik rekombinan (rekayasa genetik).
3.
Vaksinasi polipeptida.
Penularan
penyakit ini terjadi melalui:
1.
Hubungan seksual.
2.
Dari ibu kepada bayinya, pada umumnya terjadi pada proses persalinan,
melalui transplansental ataupun pada masa postnatal melalui asi.
3.
Penularan horizontal antar anak.
Jadwal pemberian:
1.
Vaksinasi awal atau primer diberikan sebanyak 3 kali. Jarak antara suntikan
I dan II adalah 1-2 bulan, sedangkan untuk suntikan III diberikan dengan jarak
6 bulan dari suntikan I.
2.
Pemberian booster dilakukan 5 tahun kemudian.
3.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan anti-HbsAg paska imunisasi
setelah 3 bulan imunisasi terakhir.
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
Efek samping
yang terjadi pasca imunisasi hepatitis B berupa nyeri, bengkak, panas, mual,
dan nyeri sendi maupun otot.
Kontraindikasi
Sampai saat ini
belum ditemukan adanya kontraindikasi absolute terhadap pemberian imunisasi
hepatitis B.
c.
DPT ( Difteri, Pertusis dan Tetanus)
Diphteriae
adalah suatu basil garam positif. Produksi toksin terjadi hanya bila kuman
tersebut mengalami lisogenasi oleh bakteriofag yang mengandung informasi
genetik toksin. Hanya galur toksigenik yang dapat menyebabkan penyakit berat.
Kekuatan
toksoid difteri yang terdapat dalam vaksin DPT saat ini berkisar antara 6,7-25
lf dalam dosis 0,5 ml. untuk imunisasi rutin pada anak dianjurkan pemberian 5
dosis pada usia 2,4,6,15-18 bulan dan saat masuk sekolah. Vaksin DPT disimpan
pada suhu 2-8oc dan cara pemberiannya melalui suntikan IM/SC.
Pertusis
Borditella
pertusis adalah kumn batang yang bersifat gram negatif dan membutuhkan media
khusus untuk isolasinya. Kuman ini menghasilkan beberapa antigen antara lain toksin
pertusis, filament, hemaglutinin, aglutinogen fimbriae, adenilsiklase,
endotoksin dan sitotoksin trakea.
Pertusis
merupakan penyakit yang bersifat toxin mediated dan toksin yang dihasilkan
kuman yang melekat pada bulu getar saluran pernapasan atas dan akan melumpuhkan
bulu getar tersebut sehingga berpotensi menyebabkan pneumonia.
Tetanus
Tetanus
adalah suatu penyakit akut yang bersifat fatal dan disebabkan oleh kuman
klostridium tetani. Kuman ini berbentuk batang bersifat gram positif dan
bermetabolisme anaerob. Kuman ini sensitive terhadap suhu panas dan tidak bisa
hidup dalam lingkungan beroksigen
Efek samping
1.
Panas
Anak
menderita panas dan terjadi pada sore hari setelah mendapat vaksinasi DPT, dan
tetapi panas ini akan sembuh dalam 1-2 hari.
2.
Rasa sakit di daerah suntikan
Sebagian
anak merasakan nyeri, sakit, kemerahan, dan bengkak di tenpat suntikan. Pada
kondisi ini yakinkan ibu bahwa keadaan itu tidak berbahaya dan tidak perlu
pengobatan.
3.
Peradangan
Bila
pembengkakan terjadi seminggu atau lebih sesudah vaksinasi maka hal ini dapat
disebabkan oleh jarum suntik yang tidak steril.
4.
Kejang-kejang
Kejang-kejang
merupakan reaksi yang jarang terjadi. Jika terjadi reaksi ini disebabkan oleh
komponen pertusis dari DPT. Bila terjadi reaksi ini anak tidak boleh diberi
vaksin DPT lagi dan sebagai gantinya diberi DT saja.
d. Poliomielitis
Virus
polio termasuk dalam kelompok enterovirus, family picomavyridae. Virus polio
dibagi menjadi 3 macam yaitu, P1, P2 dan P3. Virus polio ini menjadi tidak
aktif apabila terkena panas, formaldehida dan sinar ultraviolet.
Patogenesis
Virus
polio masuk melalui mulut dan multiplikasi pertama kali terjadi pada tempat
implantasi, yaitu dalam faring dan traktus gastrointestinal. Virus tersebut
umumnya ditemukan di tenggorokan dan feses sebelum timbulnya gejala. Virus akan
menembus jarongan limfoid, kemudian masuk ke system saraf pusat. Apabila virus
polio yang terjadi dalam neuron motor kornu interior medulla spinalis dan
batang otak maka mengakibatkan kerusakan sel.
Vaksin Polio Oral (Oral Polio Vacine-OVP)
1.
Vaksin ini berisi virus polio tipe 1,2, dan 3 serta merupakan bagian
dari suku sabin yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan.
2.
Vaksi yang digunakan secara rutin sejak bayi lahir dengan dosis 2 tetes
oral. Virus vaksin ini kemudian menempatkan diri di usus dan memacu pembentukan
antibody baik dalam darah maupun pada epithelium usus.
3.
Penerima vaksin ini dapat terlindungi setelah dosis tunggal pertama,
namun 3 dosis berikutnya akan memberikan imunitas jangka lama terhadap 3 tipe
virus polio.
4.
Vaksin polio oral harus disimpan tertutup pada suhu 2-8oC.
5.
Vaksin polio oraldapat disimpan beku pada temperature -20oC
.
Rekomendasi
Vaksin polio oral diberikan pada BBL sebagai dosis
awal kemudian diteruskan dengan imunisasi dasar mulai umur 2-3 bulan yang
diberikan 3 dosis terpisah berturut-turut dengan interval waktu 6-8 minggu. 1
dosis sebanyak 2 tetes (0,1 ml) diberikan peroral yang pemberian dapat
diberikan bersamaan dengan vaksin DPT dan Hepatitris B. Bila OPV dimuntahkan
dalam waktu 10 menit maka dosis tersebut diberikan secara ulang.
Kontraindikasi
1.
Mengalami penyakit akut atau demam (temperature >38,5oC)
maka imunisasi harus ditunda.
2.
Muntah atau diare harus imunisasi ditunda.
3.
Menderita infeksi HIV atau anggota keluarga sebagai kontak.
e. Campak
Penyakit
campak sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan diseluruh wilayah
Indonesia. Kejadian luar biasa penyakit campak masih sering dijumpai di
daerah-daerah tertentu.
Diagnosis
Diagnosi
kasus campak biasanya dapat dibuat atas dasar kelompok gejala klinis yang
saling berkaitan, yaitu coriza dan mata meradang disertai batuk srta demam yang
tinggi dalam beberapa hari lalu diikuti timbulnya ruam makulopapularpada kulit.
Yang diawali dari belakang telingan kemudian ke muka, dada, tubuh, lengan dan
kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh.
Dosis dan cara pemberian
Dosis
baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan sebanyak 0,5 ml.
pemberian melalui subcutan walaupun demikian juga dapat juga diberikan secara
intramuscular. WHO menganjurkan pemberian imunisasi campak pada bayi berumur 9
bulan. Untuk Negara maju imunisasi camapak dianjurkan ketika anak berumur 12-15
bulan.
Kejadian ikutan pasca imunisasi
Terjadi
demam >39,5oC yang terjadi pada 5-15 % kasus demam ini dijumpai pada hari ke 5 dan
ke 6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari.
C. Imunisasi Ulangan
Adalah Imunisasi lanjutan
unuk mempertahankan tingkat kekebalan di atas ambang perlindungan atau untuk
memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi yang perlu diulang antara lain:
1.
DPT
Di
ulang sebanyak 3 kali yaitu pada usia 18 bulan, 5 tahun, dan 10 tahun. Namun saat
pengulangan diusia 10 tahun, vaksin yang diberikan hanya DT saja.
2.
Campak
Vaksin
ini diulang dalam bentuk imunisasi MMR. Ulangan pertama diberikan pada rentan
usia 15-24 bulan, ulangan yang kedua saat usia 4-6 tahun.
3.
Polio
Pengulangan
dilakukan sebanyak dua kali, yang pertama pada usia 18 bulan dan kedua di
vaksin kembali pada rentan usia 4-6 tahun.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan
yang sangat efektif dalam menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi
adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya sakit ringan. Dengan imunisasi, berbagai
penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, poliomielitis,
dan campak dapat dicegah. Imunisasi ini terdiri dari 2 yaitu imunisasi dasar
dan imunisasi ulangan. Imnusisasi dasar terdiri dari Imunisasi BCG, Hepatitis
B, DPT, Polio dan campak. Dan imunisasi ulangan teridiri dari DPT polio dan
campak dengan rentan waktu yang berbeda-beda.
B. Saran
Semoga dengan pembuatan makalah ini pembaca dan
penulis dapat mengerti dan memahami betapa pentingnya pemberian imunisasi bagi
neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah.
No comments:
Post a Comment