PENGERTIAN
1.
Klasifikasi Istilah
a.
Epilepsi
b.
Kejang
2.
Indentifikasi
Masalah
a.
Apa yang dimaksud
dengan Epilepsi?
b.
Mengapa frekwensi
Kejang meningkat terus?
c.
Mengapa Klien Terus
mengganggu tetangganya dan Ingin selalu berdiskusi soal agama serta menanyakan
apakah mereka (tetangganya) yakin dengan agama yang dianutnya?
d.
Mengapa Klien merasa
dirinya seorang Nabi?
e.
Mengapa Klien tidak
khawatir dengan perbuatan yang dilakukannya?
3.
Analisa Masalah
a.
Epilepsi atau Ayan adalah penyakit
saraf menahun yang menyebabkan kejang-kejang secara berkala. Penyakit ini
disebabkan oleh tidak normalnya aktivitas sel otak.
Epilepsi adalah kejang yang menyerang
seseorang yang tampak sehat atau sebagai suatu ekserbasi dalam kondisi sakit
kronis sebagai akibat oleh disfungsi otak sesaat dimanifestasikan sebagai
fenomena motorik, sensorik, otonomik atau psikis yang abnormal. Epilepsi
merupakan akibat dari gangguan otak kronis dengan serangan kejang spontan yang berulang
(Satyanegara, 2010)
Epilepsy adalah gejala kompleks dari banyak
gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikkan oleh kejang berulang.
Keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan
atau hilangnya tonus otot atau gerakan dan gangguan perilaku, alam perasaan,
sensasi, dan persepsi. Sehingga epilepsy bukan penyakit tetapi suatu gejala
(Buku ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Brunner & Suddarth edisi 8, hal 2203)
b.
Frekwensi kejang
meningkat karena Epilepsi dan stress atau beban fikiran.
c.
Karena gangguan
mental (jiwa) yaitu waham/skizofrenia.
d.
Karena waham/skizofrenia.
MENENTUKAN TUJUAN
PEMBELAJARAN (LO)
1. Anatomi dan fisiologi
system saraf
Pembagian sistem saraf secara anatomi :
1.1 Sistem saraf pusat (SSP)
Meliputi
otak (ensephalon) dan sumsum
tulang belakang (medulla spinalis).
Keduanya merupakan organ yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting
maka perlu perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak
juga dilindungi 3 lapisan selaput meninges.
Bila membran ini terkena infeksi maka akan terjadi radang
yang disebut meningitis.
Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:
a.
Durameter; terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan tengkorak sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai
duramater yang mudah dilepaskan dari tulang kepala. Di antara tulang
kepala dengan duramater terdapat rongga epidural.
b.
Arachnoidea mater; disebut demikian karena bentuknya seperti
sarang labah-labah. Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor cerebrospinalis; semacam
cairan limfa yang mengisi sela sela membran araknoid. Fungsi selaput
arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan
mekanik.
c.
Piameter. Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk
disesuaikan dengan lipatan-lipatan permukaan otak.
Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi
esensial yaitu:
a.
badan sel yang
membentuk bagian materi kelabu (substansi
grissea)
b.
serabut saraf yang membentuk bagian materi
putih (substansi alba)
c.
sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang
terletak di antara sel-sel saraf di dalam sistem saraf pusat
Walaupun
otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi susunannya
berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di
tengah. Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu
berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih.
1.1.1 Otak
Otak mempunyai
lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah (mesensefalon),
otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan jembatan
varol.
·
Otak besar (serebrum)
Otak besar
mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktivitas mental, yaitu yang berkaitan
dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan.
Otak besar
merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak,
walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks otak besar
yang berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang
terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar
atau merespon rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan
area motor dan sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan
ingatan, membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area
tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi.
Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat,
analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di
bagian belakang.
·
Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah
terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat
talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin.
Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks
mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.
·
Otak kecil (serebelum)
Serebelum
mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar,
keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau
berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.
·
Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung
berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis menuju ke otak.
Sumsum sambung juga memengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak
jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan,
dan sekresi kelenjar pencernaan.
Selain itu, sumsum sambung juga mengatur
gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.
Jembatan
varol
(pons varoli)
·
Jembatan varol berisi serabut saraf yang
menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar
dan sumsum tulang belakang.
Berdasarkan letaknya, otak dapat
dibagi menjadi lima yaitu:
·
Telensefalon (end brain)
·
Diensefalon (inter brain)
·
Mesensefalon (mid brain)
·
Metensefalon (after brain)
·
Mielensefalon (marrow brain)
Telensefalon(end
brain)
terdiri dari:
·
Hemisfer serebri
·
kortek serebri
·
sistem limbik (Bangsal ganglia, hipokampus,
Amigdala)
Diensefalon
(inter brain)
terdiri dari:
·
Epitalamus
·
Talamus
·
Subtalamus
·
Hipotalamus
Mesensefalon
(mid brain) terdiri
dari:
·
Kolikulus superior
·
Kolikulus inferior
·
Substansia nigra
Metensefalon
(after brain) terdiri
dari:
·
Pons
·
Serebelum
·
Mielensefalon
·
Medula oblongata
1.1.2 Sumsum tulang belakang (medula
spinalis)
Pada penampang
melintang sumsum tulang belakang tampak bagian luar berwarna putih, sedangkan
bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu. Pada penampang melintang
sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang terbagi atas sayap atas
disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk ventral. Impuls sensori
dari reseptor dihantar masuk ke sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal
dan impuls motor keluar dari sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral
menuju efektor. Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang akan menerima
impuls dari sel saraf sensori dan akan menghantarkannya ke saraf motor
Suplai darah otak
Otak mendapat
suplai darah dari 2 arteri besar, yaitu :
·
Arteri karotis interna
·
Arteri vertebro basiler
1.2 Sistem saraf tepi
Adalah
sistem saraf di luar sistem saraf pusat, untuk menjalankan otot dan organ
tubuh. Tidak seperti sistem saraf pusat, sistem saraf tepi tidak dilindungi
tulang, membiarkannya rentan terhadap racun dan luka mekanis.
Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadai dan sistem saraf
tak sadar (sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang
kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas yang
tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak saluran pencernaan,
dan sekresi keringat.
1.2.1 Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf
kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang
belakang, yaitu saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang.
Saraf
otak ada 12 pasang yang terdiri dari:
·
Tiga pasang saraf sensori, yaitu
saraf nomor 1, 2, dan 8
·
Lima pasang saraf motor, yaitu
saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12
·
Empat pasang saraf gabungan
sensori dan motor, yaitu saraf nomor 5, 7, 9, dan 10.
Saraf
otak dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang
melewati leher ke bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Nervus vagus
membentuk bagian saraf otonom. Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka
nervus vagus disebut saraf pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang
paling penting.
Saraf
sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan. Berdasarkan asalnya,
saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang
saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul, dan satu
pasang saraf ekor.
Beberapa
urat saraf bersatu membentuk jaringan urat saraf yang disebut pleksus. Ada 3 buah pleksus yaitu
sebagai berikut.
a.
Pleksus
cervicalis merupakan gabungan urat saraf leher yang mempengaruhi bagian
leher, bahu, dan diafragma.
b.
Pleksus
brachialis mempengaruhi bagian tangan.
c.
Pleksus
Jumbo sakralis yang mempengaruhi bagian pinggul
dan kaki.
1.2.2 Saraf Otonom
Sistem
saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari
sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini
terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang
kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal
ganglion disebut urat saraf pra
ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion.
Sistem
saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik.
Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada
posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang
tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf
parasimpatik mempunyai urat pra
ganglion yang panjang karena
ganglion menempel pada organ yang dibantu.
Fungsi sistem saraf
simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf
parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama
cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum
sambung.
2.
Patofisiologi Epilepsi
Dasar serangan
epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps.
Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang
disebabkan oleh adanya potensial membran sel. Potensial membran neuron
bergantung pada permeabilitas selektif membran neuron, yakni membran sel mudah
dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali
oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat kosentrasi tinggi ion K
dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan sebaliknya terdapat
diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan
potensial membran. Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat
merubah atau mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membran mudah
dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca
akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik
berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh
sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi.
Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti
akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah pengaruh
neuron-neuron sekitar sarang epileptik. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi
pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus
berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu
serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya
zat-zat yang penting untuk fungsi otak.
Ada dua jenis
neurotransmiter, yakni neurotransmiter eksitasi yang memudahkan depolarisasi
atau lepas muatan listrik dan neurotransmiter inhibisi yang menimbulkan
hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan
listrik. Diantara neurotransmitter-neurotransmiter eksitasi dapat disebut
glutamat, aspartat dan asetilkolin sedangkan neurotransmiter inhibisi yang
terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil
pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau
rangsang. Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial
aksi tiba di neuron. Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai
potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial
akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas
muatan listrik.
3.
Pengkajian
3.1
Identitas Umum
Nama : Tn. S, Usia : 19 Tahun, Jenis Kelamin : Laki – laki
3.2
Alasan Masuk Rumah
SAkit
Tn. S dibawa ke
rumah sakit karena mengganggu tetangganya tanpa mengenal waktu, menanyakan
apakah mereka yakin dengan agama yang dianutnya, mengaku sebagai NABI.
3.3
Riwayat
Penyakit sebelumya
Riwayat
penyakit Tn. S adalah EPILEPSI dan Akhir –akhir ini Tn. S mengalami kejang yang
frekwensinya meningkat, dalam keluarga secara genogram tidak ada yang menderita
gangguan jiwa seperti pasien.
Selama beberapa hari terakhir tanpa
mengenal waktu ia terus mengganggu tetangganya dengan mengatakan bahwa ia ingin
berdiskusi soal agama, dan menanyakan apakah mereka yakin dengan agama mereka.
Ia menjelaskan kepada setiap orang bahwa ia adalah Nabi, juga Tn. S tidak
merasa khawatir saat tetangga memutuskan untuk memanggil Polisi karena Tn. S
beranggapan tidak ada yang dapat menangkap seorang NABI.
3.4
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital, Kebersihan Kepala, Mata,
Telinga, hidung, mulut dan gigi.
3.5
Psikososial
Komunikasi
dalam keluarga tidak mengalami hambatan. Klien tinggal satu rumah dengan ibu
kandungnya, ayah sudah meninggal. Hambatan dalam komunikasi hanya pada tetangganya
karena tetangganya merasa terganggu dengan sikap Tn. S yang selalu menanyakan
tentang keyakinan yang dianut oleh tetangganya, terlebih lagi Tn. S mengaku
sebagai NABI.
3.6
Konsep diri
3.6.1 Citra tubuh
Tn. S mengatakan bahwa secara keseluruhan
bagian tubuhnya tidak ada yang tidak disenangi.
3.6.2 Ideal diri
Saat ini yang menjadi keinginan Tn. S adalah bisa
sembuh dari penyakit Epilepsi dan beraktivitas secara normal seperti teman
sebayanya.
3.6.3 Peran
Tugas Tn. S selama dirumah tidak banyak,
biasanya Tn. S hanya melakukan pekerjaan yang sekiranya mampu dan dapat
dilakukan. Tn. S senang dengan peran yang diterima di rumahnya.
Di masyarakat Tn. S selalu ingin berdiskusi
dengan tetangganya masalah keyakinan.
3.6.4 Identitas diri
Di rumah Tn. S hanya berkumpul bersama anggota
keluarga, Yang dikeluhkan klien saat ini adalah merasa tetangga tidak ada yang
mendukungnya, dicap sebagai laki-laki stress.
3.6.5 Harga diri
Tn. S merasa kalau dirinya menjadi anak yang
baik, Tetapi karena Tn. S seruing meminta tetangganya untuk diskusi soal agama dan
menanyakan tentang keyakinannya serta Tn. S mengaku sebagai NABI sehingga Tn. S
dianggap tidak sakit oleh keluarga sehingga Tn. S dibawa ke Psikiater.
3.6.6 Hubungan Sosial
Tn. S mengatakan kalau dirinya senang
berdiskusi soal/masalah agama namun tetangganya merasa terganggu karena Tn. S
sering menanyakan tentang yakin dan tidaknya dengan agama yang dianut
tetangganya.
3.6.7 Spiritual
AgamaTn. S adalah Islam tetapi klien tidak
menjalankan sholat. Alasannya karena dia adalah Nabi Muhammad. Jadi tidak sholat
Tuhan tidak bakalan marah.
3.7
Status Mental
3.7.1 Aktivitas motorik
Tidak menunjukan
adanya gelisah ataupun lesu.
3.7.2 Interaksi selama
wawancara
Selama proses wawancara klien kooperatif,
kontak mata baik dengan perawat dan pasien lain. Tidak bermusuhan. Tn. S cenderung
defensive dalam hal wahamnya karena klien selalu berusaha mempertahankan
pendapat dan kebenaran bahwa dirinya adalah Nabi Muhammad.
3.7.3 Memori
Tn. S masih mampu mengingat memori baik jangka
panjang dan memori jangka pendeknya dengan baik.
3.7.4 Tingkat Konsentrasi
dan Berhitung
Tn. S mampu berkonsentrasi dengan baik
ketika menjawab pertanyaan dari perawat dan mampu melalakukan penghitungan
angka-angka dengan baik.
3.7.5 Kemampuan
Penilaian
Tn. S tidak mengalami gangguan penilaian baik
yang ringan ataupun yang bermakna. Klien mampu mengambil keputusan yang
sederhana tanpa harus di bantu orang lain.
3.7.6 Persepsi
Tn. S dahulu selama di rumah sering mendengar
suara-suara yang asalnya dari Tuhan yang mengatakan dialah sang wahyu sang Nabi
Muhammad.
3.7.7 Alam perasaan
Tn. S merasa sedih ataupun, putus asa. Klien
hanya merasa mengapa keluarganya membawa dia ke Rumah Sakit jiwa padahal Tn. S merasa
tidak sakit.
3.7.8 Proses Pikir
Dalam wawancara Tn. S tidak mengalami gangguan
dalam pembicaraan, tidak berbelit-belit dan sampai pada tujuan.
3.7.9 Isi pikir
Tn. S menganggap dirinya Nadi Muhammad. Tn. S mengatakan
sering dahulu mendengar suara dan bertemu dengan Tuhan dan Tuhan mengatakan
bahwa dia adalah Nabi Muhammad itu.
3.7.10 Tingkat kesadaran
Tn. S terlihat biasa saja, tidak menunjukkan
adanya bingung dll. Tn. S masih mampu berorientasi terhadap waktu tempat,
tanggal dll.
3.7.11 Daya tilik diri
Tn. S mengingkari penyakit yang diderita dan
merasa tidak sakit. Klien mengatakan kalau Tuhan datang dan membisikkan padanya
bahwa dia adalah Nabi Muhammad kenapa di bilang sakit oleh keluarga dan
tetangganya.
4.
Diagnosa Keperawatan
4.1
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d Kejang
4.2
Defisiensi
Pengetahuan b.d Kurangnya pengetahuan, informasi yang salah yang berakibat
kegagalan pengobatan.
4.3
Harga diri rendah b.d penyakit Epilepsi dan
waham
4.4
Perubahan proses pikir b.d Harga diri rendah.
5.
Perencanaan dan Evaluasi
NO
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
TUJUAN DAN
KRITERIA HASIL
(NOC)
|
INTERVENSI
(NIC)
|
RASIONAL
|
1
|
Ketidakefektifan jalan nafas b.d Secret.
|
Tujuan :
Jalan Nafas efektif.
Dengan Kriteria Hasil :
-
Suara
nafas bersih, tidak ada sumbatan dan tidak ada sianosis.
-
Menunjukkan
jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekwensi
pernafasan dalam rentan normal, tidak ada suara nafas abnormal)
|
-
Berikan
posisi dan lingkungan nyaman pada pasien.
-
Bebaskan
jalan nafas pasien dengan setengah duduk.
-
Bantu
pasien mengeluarkan secret dengan menggunakan Suction (bila secret ada)
-
Bantu
pasien dengan Oksigen (O2).
|
-
Dengan
posisi dan lingkungan yang nyaman dapat membantu pasien bernafas lebih baik.
-
Dengan
posisi setengah duduk otot – otot pernafasan bisa lebih rileks.
-
Dengen
menggunakan Suction secret dapat dikeluarkan dengan cepat.
-
Pemberian
oksigen pasien terhindar dari sianosis.
|
2
|
Defisiensi Pengetahuan b.d Kurangnya
pengetahuan, informasi yang salah yang berakibat kegagalan pengobatan.
|
Tujuan :
Pasien mengerti dengan keadaannya dan
mengidentifikasi macam-macam stimulus yang dapat menyebabkan serangan.
Dengan Kriteria Hasil :
-
Pasien memperlihatkan
perubahan tingkah laku yang positif sesuai dengan keadaannya.
-
Klien dapat mengontrol secara rutin untuk
memperoleh pengobatan yang teratur.
|
-
Kaji keadaan pathologi/kondisi klien dan
pengobatan yang pernah diperolehnya.
-
Beri penjelasan kepada klien untuk
mengontrol dan minum obat secara teratur.
-
Jelaskan kepada klien tentang
keadaan-keadaan yang sedang dihadapinya dan faktor-faktor yang dapat
menimbulkan serangan;
-
Jelaskan keadaan yang harus dihadapi
terhadap keadaannya, misalnya pekerjaan, mengendarai mobil, olah raga dan
rekreasi dan sebagainya.
-
Anjurkan klien untuk selalu membawa tanda
pengenal bila bepergian.
|
-
Dengan
memberikan pengetahuan tentang penyakitnya, diharapkan pasien dapat lebih
mengerti dan lebih mengetahui factor – factor yang dapat menimbulkan
setrangan Epilepsi.
|
3
|
Harga diri rendah b.d Penyakit
Epilepsi dan waham.
|
Tujuan :
Menemukan kekuatan diri pasien.
Dengan Kriteria Hasil :
Pasien mengungkapka penerimaan diri.
|
-
Membantu
pasien meningkatkan penilaian pribadi tentang harga diri.
-
Memberikan
arahan atau pengetahuan tentang penyakitnya agar psien dapat menerima
keadaannya sendiri.
|
Membantu pasien meningkatkan
penilaian pribadi tentang harga diri dapat mengembalikan jati diri.
|
4
|
Perubahan proses pikir b.d Waham
Keagamaan
|
Tujuan :
-
Pasien
dapat menghargai keyakinan atau agama orang lain.
-
Pasien tidak mengganggu orang lain, dan
lingkungan.
-
Pasien dapat membina hubungan saling percaya
dengan orang lain.
Dengan Kriteria Hasil :
Pasien menampakkan tidak adanya
perubahan pada proses atau pola pikirnya.
|
-
Bina hubungan baik dengan pasien : salam
terapeutik, perkenalkan diri, ciptakan lingkungan yang tenang.
-
Jangan membantah dan mendukung waham klien,
ajarkan pada pasien tentang toleransi antar umat beragama.
-
Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan
terlindungi.
-
Observasi apakah wahamnya mengganggu
aktivitas harian dan perawatan diri.
|
Hubungan
saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksinya
|
6.
System Pelaporan
Tn. S datang ke PPK 1 Korem diantar
oleh keluarga dengan kasus Epilepsi/kejang, setelah kejang teratasi. Tn. S di
rujuk ke Rumah Sakit dr. R Ismoyo khususnya ke Poli Syaraf, karena di Rumah Sakit
dr. R. Ismoyo tidak mempunyai Poli Syaraf maka petugas merujuk Tn. S ke Rumah Sakit
Bahteramas Poli Syaraf. Dokter ahli syaraf menyarankan agar Tn. S segera tes
Elektroensefalogram (EEG), Magnetic Resonace imaging (MRI) dan Computed
tomography (CT Scan).
Sambil menunggu hasil Keluarga
menceritakan tentang keadaan Tn. S, setelah mengetahui keadaan Tn. S, dokter
menyarankan agar Tn. S konsultasi dengan Psikiater di Rumah Sakit Jiwa.
SATUAN ACARA
PEMBELAJARAN ( SAP )
SISTEM
NEUROBEHAVIOUR
Cabang Ilmu : Sistem Neurobehaviour
Pokok Bahasan : EPILEPSI
Tujuan : Tujuan Umum
Setelah dilakukan pembelajaran ini diharapkan keluarga mengetahui tentang penyakit EPILEPSI
Tujuan Khusus
Setalah mengikuti
pembelajaran ini keluarga akan mampu :
a) Menyebutkan
pengertian EPILEPSI
b) Menyebutkan
penyebab patofisiologi EPILEPSI
c) Menyebutkan
manifestasi klinis EPILEPSI
d) Menyebutkan
diagnosis EPILEPSI
e) Menyebutkan
pemeriksaan penunjang EPILEPSI
Sasaran : keluarga
Media : Laptop
Metode penyuluhan : Ceramah, Diskusi, Tanya jawab
Evaluasi : Mengevaluasi kemampuan
audience dalam memahami tentang EPILEPSI
Materi : terlampir
Kegiatan pembelajaran
Tahap kegiatan
|
Kegiatan
penyuluhan
|
Kegiatan
peserta
|
Media dan alat
pembelajaran
|
I.Pendahuluan
|
1.
Pembukaan
2.
Menjelaskan tujuan penyuluhan hari ini
|
Mendengarkan/
memperhatikan
|
Ceramah
|
II. Penyajian
|
3.
Menguraikan
materi penyuluhan
ü
Pengertian EPILEPSI
ü
Epidemiologi EPILEPSI
ü
Patofisiologi EPILEPSI
ü
Manifestasi klinis EPILEPSI
ü
Diagnosa EPILEPSI
|
Mendengarkan
Mendengarkan
Mendengarkan
Mendengarkan
Mendengarkan
|
Ceramah
|
III. Penutup
|
4.
Memberikan
kesempatan bertanya hal-hal yang belum jelas
5.
Menjelaskan
kembali hal-hal yang belum dimengerti
6.
Penutup
|
Bertanya
Memperhatikan
|
Ceramah/
Menjelaskan
|
Evaluasi
Mengevaluasi kemampuan audience dalam memahami tentang EPILEPSI,
apakah sesuai dengan tujuan instruksional, keluarga mampu :
a) Menyebutkan
pengertian EPILEPSI
b) Menyebutkan
penyebab patofisiologi EPILEPSI
c) Menyebutkan
manifestasi klinis EPILEPSI
d) Menyebutkan
diagnosis EPILEPSI
e) Menyebutkan
pemeriksaan penunjang EPILEPSI
Materi
1. Pengertian
Epilepsi adalah
suatu gangguan serebral kronis dengan berbagai macam etiologi, yang ditandai
oleh timbulnya serangan paroksismal yang berkala sebagai akibat lepasnya muatan
listrik serebral secara eksesif. Epilepsi juga sering didefenisikan sebagai
suatu gangguan serebral yang ditandai dengan kejang akibat pembebasan listrik
yang tidak terkontrol dari sel syaraf korteks serebral, yang ditandai dengan
serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik
dan/gangguan fenomena sensori. Secara umum epilepsy didefenisikan sebagai
gejala-komplek dari banyak gangguan fungsi otak yang dikarektiristik dengan
kejang berulang.
2. Etiologi
Secara umum
penyebab epilepsi belum diketahui dengan jelas (idiopatik). Penelitian yang
dilakukan oleh para ahli belum mampu menjawab secara pasti penyebab terjadinya
epilepsi. Namun ada beberapa faktor yang sering mengakibatkan terjadinya kejang
yang juga menjadi pemicu terjadinya serangan epilepsi yaitu; akibat trauma
jalan lahir, asphyxia neonatorum, cedera kepala, beberapa penyakit infeksi
(seperti virus, bakteri dan parasit), keracunan (karbon monooksida),
masalah-masalah sirkulasi darah, demam, gangguan metabolisme dan intoksikasi
obat-obatan atau alkohol.
Adapun beberapa
faktor yang menjadi faktor prepitasi (faktor yang memicu terjadinya serangan)
adalah; (1) faktor sensoris (seperti cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi
yang mengejutkan, air panas), (2) faktor sistemis (seperti demam, penyakit
infeksi, obat-obat tertentu), dan (3) faktor mental (seperti stress dan
gangguan emosi).
3. Patofisiologi
Serangan epilepsi
® karena lepasanya muatan listrik yg
berlebihan o/ neuron-neuron. Neuron memiliki potensial membran karena adanya
perbedaan muatan ion-ion yg ada didlm dan diluar neuron ® polarisasi
membran dgn bagian intraneuron yg lebih negatif.
Gangg abnormal dari
lepasnya muatan listrik ® karena adanya
gangg keseimbangan antara proses eksesif/eksitasi dan inhibisi pada interaksi
neuron ® disebabkan o/ kelainan intrinsik
neuron (membrannya). Selain itu dpt
juga disebabkan karena gangg pada sel neuronnya sendiri a/ transmisi
sinaptiknya. Transmisi sinaptik o/ neurotransmitter yg bersifat
eksitasi/inhibitor dlm keadaan gangg keseimbangan akan mempengaruhi polarisasi
membran sel, shg jika sampai pd tingkat membran sel maka neuron epileptik
ditandai o/ proses biokimia tertentu yaitu. Akibatnya neuron akan melepaskan
potensial aksinya yg abnormal sehingga
terjadilah kejang.
4. Manifestasi
Klinis
Bergantung pada lokasi muatan
neuron-neuron, kejang dapat direntang dari serangan awal sederhana sampai
gerakan konvulsif memanjang dengan hilangnya kesadaran. Pola awal kejang
menunjukan daerah otak dimana kejang tersebut berasal. Pada kejang parsial
sederhana, hanya satu jari atau tangan yang bergetar, mulut dapat tersentak
tanpa terkontrol. Individu berbicara tanpa dipahami, pusing, merasa melihat
sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum atau tidak nyaman.
Pada kejang
parsial kompleks, individu tetap tidak bergerak atau bergerak
secara automatik tetapi tidak sesuai dengan tempat dan waktu, mengalami emosi
berlebihan seperti takut, marah, gembira atau sensitive terhadap rangsangan.
Pada kejang umum, atau lebih
dikenal dengan kejang grand mal, melibatkan kedua hemisfer otak sehingga
menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Biasanya terjadi kekakuan intens pada
seluruh tubuh yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan
kontraksi otot. Klien sering mengalami penekanan pada lidah dan inkontinensia
urine dan faeces. Setelah satu atau dua menit gerakan konvulsi akan menghilang,
pasien rileks dan mengalami koma dan disertai bunyi napas yang bising. Pada
keadaan postikal (setelah kejang) pasien sering mengalami konfusi, sulit bangun
dan tidur berjam-jam. Banyak klien mengeluh sakit kepala dan otot setelah
serangan berakhir.
5. Pemeriksaan Penunjang
5.1 EEG
5.2 MRI
5.3 CT Scan
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita
epilepsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu;
6.1
Penatalaksanaan
primer
epilepsi dilakukan dengan memberikan obat-obatan untuk mencegah serangan kejang
atau untuk mengurangi frekuensinya sehingga klien dapat menjalani kehidupan
normalnya. Obat yang diberikan disesuaikan dengan jenis serangannya dan
biasanya menggunakan kombinasi obat-obatan dengan tujuan untuk mengurangi efek
samping yang ditimbulkan. Namun saat ini dokter
cenderung menggunakan satu jenis obat dengan sedapat mungkin mengurangi
dosis obat yang diberikan.
Jenis
obat yang sering digunakan pada pengobatan epilepsi adalah;
Golongan Barbiturat, seperti
Fenobarbital dan Pirimidon
Golongan
Hidantoin,
seperti Fanitoin/Dilantin dan Mefenitoin
Golongan Iminostilben, seperti Karbamazepin
Golongan
Benzodiazepin, seperti Diazepam dam Klonazepam
Golongan Suksinimid, seperti Etosuksimid
dan Metosuksimid
Golongan Asam valproat/depakene.
Pengobatan
epilepsy dapat juga dilakukan dengan pembedahan. Pembedahan ini diindikasikan
bagi untuk pasien yang mengaalami epilepsi akibat tumor intrakranial, abses,
kista, atau adanya anomali vaskuler.
6.2 Penatalaksanaan sekunder yang
dapat dilakukan adalah dengan mempertahankan patensi jalan napas dan mencegah
terjdinya cedera. Mempertahankan klien dalam posisi berbaring kesalah satu sisi
dapat mengurangi kemungkinan aspirasi isi lambung dan saliva serta mencegah
lidah jatuh kebelakang. Mencegah terjadinya cedera dilakukan dengan melindungi
kepala saat terjadi serangan serta memindahkan benda-benda yang dapat
membahayakan penderita. Selain itu penting dilakukan pendekatan secara holistik
yang meliputi aspek psikologis penderita dan sikap keluarga, masyarakat
terhadap penderita epilepsi.
No comments:
Post a Comment