Teks jalan

WELCOME TO ASKEP PERAWAT DAN BIDAN. By : SANNI PEBRIANSYAH

iklan adsensecamp

Friday, October 9, 2015

ASKEP HIV / AIDS

KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Penderita AIDS” dengan sebaik-baiknya.

Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ilmu keperawatan dasar III serta sebagai syarat menempuh ujian semester.

Dalam penyusunan makalah ini,penulis telah mengalami berbagai hal baik suka maupun duka. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini  tidak akan selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan tulus penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul makalah ini.


Pangkajene,    Oktober 2013


Penyusun










BAB I

PENDAHULUAN


1.      Latar Belakang

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah,  dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.

Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.


2.      Tujuan penulisan

1.      Untuk mengetahui definisi AIDS.

2.      Untuk mengetahui etiologi/penyebab AIDS

3.      Untuk mengetahui cara penularan AIDS

4.      Untuk mengetahui manifestasi klinis pada klien AIDS

5.      Untuk mengetahui patofisiologi AIDS

6.      Untuk mengetahui pathway AIDS

7.      Untuk mengetahui komplikasi klien dengan AIDS

8.      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada klien AIDS

9.      Untuk mengetahui penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet pada klien AIDS



















BAB II

PEMBAHASAN


A.      DEFINISI

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara lain:

1.    AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang )dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)

2.    AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. (Sylvia, 2005)

                                

B.       ETIOLOGI

HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.

Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005)


1.        Cara Penularan

Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut :

a.       Hubungan seksual, dengan risiko  penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual

b.      Melalui darah, yaitu:

·         Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%

·         Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%

·         Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan 0,0051%

·         Transmisi dari ibu ke anak :

a.    Selama kehamilan

b.    Saat persalinan, risiko penularan 50%

c.    Melalui air susu ibu(ASI)14%


C.      PATOFISIOLOGI

Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.

Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.

Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.

Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.

Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela” (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)


D.      TANDA DAN GEJALA
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada penderita AIDS  :

Panas lebih dari 1 bulan,
Batuk-batuk,
Sariawan dan nyeri menelan,
Badan menjadi kurus sekali,
Diare ,
Sesak napas,
Pembesaran kelenjar getah bening,
Kesadaran menurun,
Penurunan ketajaman penglihatan,
Bercak ungu kehitaman di kulit.

Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.

Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
1.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
2.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.
3.Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.


E.       MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retroviral akut, demensia HIV), infeksi ofortunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4.( Arif Mansjoer, 2000 )

1.      Infeksi retroviral akut

Frekuensi gelaja infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri tenggorokan, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik. Sebagian pasien mengalami gangguan neorologi seperti mrningitis asepik, sindrom Gillain Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.

2.      Masa asimtomatik

Pada masa ini pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window period).

3.      Masa gejala dini

Pada masa ini julah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped zoster, leukoplakia, ITP, dan tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related Complex(ARC)

4.      Masa gejala lanjut

Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini menyebabkan risiko tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan

.

F.       KOMPLIKASI

Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2000 ) antara lain :

1.      Pneumonia pneumocystis (PCP)

2.      Tuberculosis (TBC)

3.      Esofagitis

4.      Diare

5.      Toksoplasmositis




6.      Leukoensefalopati multifocal prigesif

7.      Sarcoma Kaposi

8.      Kanker getah bening

9.      Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)


G.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah

1.    Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS.

2.    Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.

3.    Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.

4.    Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan pemeriksaan Rontgen.

Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD4, protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus, serologi PMS, hepatitis, dan pap smear.

Sedangkan pada pemeriksaan follow up  diperiksa jumlah CD4. Bila >500 maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia pneumocystis carinii. Pemberian profilaksi INH tidak tergantung pada jumlah CD4.

Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan.

Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensi atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-8.


H.      PENATALAKSANAAN MEDIS

1.        Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah Istiqomah : 2009) :

a.       Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.

        b.      Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

        c.       Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :

– Didanosine

– Ribavirin

– Diedoxycytidine

– Recombinant CD 4 dapat larut

         d.      Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

2.      Diet

Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah

a.       Tujuan Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:

·           Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV.

·           Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).

·           Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.

·           Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.

b.      Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:

·           Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.

·           Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat pada: pasien dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan menelan.

·           Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.

·           Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan otot).

·           Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.

c.       Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:

·           Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan Suhu 1°C.

·           Protein tinggi, yaitu 1,1 – 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan  ginjal dan hati.

·           Lemak cukup, yaitu 10 – 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak disesuaikan dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan ikatan rantai sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega 3) diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.

·           Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi yang di anjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan Selenium. Bila perlu dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis harus dihindari karena  dapat menekan kekebalan tubuh.

·           Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.

·           Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap dengan konsistensi yang sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental (semi thick fluid) dan cair (thin fluid).

·           Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti (natrium, kalium dan klorida).

·           Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini sebaiknya dilakukan dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat kondisi dan toleransi pasien. Apabila terjadi penurunan berat badan yang cepat, maka dianjurkan pemberian makanan melalui pipa atau sonde sebagai makanan utama atau makanan selingan.

·           Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.

·            Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik, termik, maupun kimia.

d.      Jenis Diet dan Indikasi Pemberian

Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu kepada pasien dengan:

a.       Infeksi HIV positif tanpa gejala.

b.      Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).

c.       Infeksi HIV dengan gangguan saraf.

d.      Infeksi HIV dengan TBC.

e.       Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.

Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral, enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau parental sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III.

1)      Diet AIDS I

Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau segera setelah pasien dapat diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri  atau menggunakan makanan enteral komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi, zat besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak energy dapat ditambahkan glukosa polimer (misalnya polyjoule).

2)      Diet AIDS II

Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zat gizinya, diberikan makanan enteral atau sonde sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.



3)      Diet AIDS III

Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa, diberikan dalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan mineral. Apabila kemampuan makan melalui mulut terbatas dan masih terjadi  penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian makanan sonde sebagai makanan tambahan atau makanan utama.




















I.         ASUHAN KEPERAWATAN


1.        Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah

1.      Aktivitas / istirahat.

Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, malaise

2.      Sirkulasi.

Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.

3.      Integritas ego.

Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah, menangis.

4.      Elimiinasi.

Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses rektal.

5.      Makanan / cairan.

Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi / gusi yang buruk, dan edema.

6.      Neurosensori.

Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan respon melambat.

7.      Nyeri / kenyamanan.

Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan rentang gerak, dan gerak otot melindungi pada bagian yang sakit.

8.      Pernafasan.

Batuk, Produktif  / non produktif, takipnea, distres pernafasan.


2.    Diagnosa, Intervensi dan Rasional Tindakan Keperawatan.

Diagnosa, intervensi dan rasional tindakan keperawatan (Doenges, 1999) adalah

1.      Diagnosis Keperawatan : nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah.

Hasil yang diharapkan  :  keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah rileks,dapat tidur atau beristirahat secara adekuat.




INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, frekuensi dan waktu. Tandai gejala nonverbal misalnya gelisah, takikardia, meringis.
Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan  komplikasi.
Instruksikan pasien untuk menggunakan visualisasi atau imajinasi, relaksasi progresif, teknik nafas dalam.
Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat.
Dorong pengungkapan perasaan
Dapat mengurangi ansietas dan rasa sakit, sehingga persepsi akan intensitas rasa sakit.
Berikan analgesik atau antipiretik narkotik. Gunakan ADP (analgesic yang dikontrol pasien) untuk memberikan analgesia 24 jam.
M,emberikan penurunan nyeri/tidak nyaman, mengurangi demam. Obat yang dikontrol pasien berdasar waktu 24 jam dapat mempertahankan kadar analgesia darah tetap stabil, mencegah kekurangan atau kelebihan obat-obatan.
Lakukan tindakan paliatif misal pengubahan posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang sakit.
Meningkatkan relaksasi atau menurunkan tegangan otot.


2.      Diagnosis keperawatan     : perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal.

Hasil yang harapkan             :  mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan, mendemostrasikan keseimbangan nitrogen po;sitif, bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.



INTERIVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Kaji kemampuan untuk mengunyah, perasakan dan menelan.
Lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien untuk mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan.
Auskultasi bising usus
Hopermotilitas saluran intestinal umum terjadi dan dihubungkan dengan muntah dan diare, yang dapat mempengaruhi pilihan diet atau cara makan.
Rencanakan diet dengan orang terdekat, jika memungkinakan sarankan makanan dari rumah. Sediakan makanan yang sedikit tapi sering berupa makanan padat nutrisi, tidak bersifat asam dan juga minuman dengan pilihan yang disukai pasien. Dorong konsumsi makanan berkalori tinggi yang dapat merangsang nafsu makan
Melibatkan orang terdekat dalam rencana member perasaan control lingkungan dan mungkin meningkatkan pemasukan. Memenuhi kebutuhan akan makanan nonistitusional mungkin juga meningkatkan pemasukan.
Batasi makanan yang menyebabkan mual atau muntah. Hindari menghidangkan makanan yang panas dan yang susah untuk ditelan
Rasa sakit pada mulut atau ketakutan akan mengiritasi lesi pada mulut mungkin akan menyebabakan pasien enggan untuk makan. Tindakan ini akan berguna untuk meningkatakan pemasukan makanan.
Tinjau ulang pemerikasaan laboratorium, misal BUN, Glukosa, fungsi hepar, elektrolit, protein, dan albumin.
Mengindikasikan status nutrisi dan fungsi organ, dan mengidentifikasi kebutuhan pengganti.
Berikan obat anti emetic misalnya metoklopramid.
Mengurangi insiden muntah dan meningkatkan fungsi gaster


      3.      Diagnosa keperawatan   : resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat

Hasil yang diharapkan            : mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, keluaran urine adekuat secara pribadi.

INTERVESI KEPERAWATAN
RASIONAL           
Pantau pemasukan oral dan pemasukan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari.
Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus dan melembabkan membrane mukosa.
Buat cairan mudah diberikan pada pasien; gunakan cairan yang mudah ditoleransi oleh pasien dan yang menggantikan elektrolit yang dibutuhkan, misalnya Gatorade.
Meningkatkan pemasukan cairan tertentu mungkin terlalu menimbulkan nyeri untuk dikomsumsi karena lesi pada mulut.
Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
Indicator tidak langsung dari status cairan.
Hilangakan makanan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas, berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu. Mengatur kecepatan atau konsentrasi makanan yang diberikan berselang jika dibutuhkan
Mungkin dapat mengurangi diare
Nerikan obat-obatan anti diare misalnya ddifenoksilat (lomotil), loperamid Imodium, paregoric.
Menurunkan jumlah dan keenceran feses, mungkin mengurangi kejang usus dan peristaltis.


4.      Diagnosa keperawatan   : resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)

Hasil yang diharapkan            : mempertahankan pola nafas efektif dan tidak mengalami sesak nafas.


INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
 Auskultasi bunyi nafas, tandai daerah paru yang mengalami penurunan, atau kehilangan ventilasi, dan munculnya bunyi adventisius. Misalnya krekels, mengi, ronki.
Memperkirakan adanya perkembangan komplikasi atau infeksi pernafasan, misalnya pneumoni,
Catat kecepatan pernafasan, sianosis, peningkatan kerja pernafasan dan munculnya dispnea, ansietas
Takipnea, sianosis, tidak dapat beristirahat, dan peningkatan nafas, menuncukkan kesulitan pernafasan dan adanya kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan atau intervensi medis
Tinggikan kepala tempat tidur. Usahakan pasien untuk berbalik, batuk, menarik nafas sesuai kebutuhan.
Meningkatkan fungsi pernafasan yang optimal dan mengurangi aspirasi atau infeksi yang ditimbulkan karena atelektasis.
Berikan tambahan O2 Yng dilembabkan melalui cara yang sesuai misalnya kanula, masker, inkubasi atau ventilasi mekanis
Mempertahankan oksigenasi efektif untuk mencegah atau memperbaiki krisis pernafasan


      5.      Diagnose keperawatan          : Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi.

Hasil yang diharapkan                   : melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan dalam tingkat kemampuannya.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Kaji pola tidur dan catat perunahan dalam proses berpikir atau berperilaku
Berbagai factor dapat meningkatkan kelelahan, termasuk kurang tidur, tekanan emosi, dan efeksamping obat-obatan
Rencanakan perawatan untuk menyediakan fase istirahat. Atur aktifitas pada waktu pasien sangat berenergi
Periode istirahat yang sering sangat yang dibutuhkan dalam memperbaiki atau menghemat energi. Perencanaan akan membuat pasien menjadi aktif saat energy lebih tinggi, sehingga dapat memperbaiki perasaan sehat dan control diri.
Dorong pasien untuk melakukan apapun yang mungkin, misalnya perawatan diri, duduk dikursi, berjalan, pergi makan
Memungkinkan penghematan energy, peningkatan stamina, dan mengijinkan pasien untuk lebih aktif tanpa menyebabkan kepenatan dan rasa frustasi.
Pantau respon psikologis terhadap aktifitas, misal perubahan TD, frekuensi pernafasan atau jantung
Toleransi bervariasi tergantung pada status proses penyakit, status nutrisi, keseimbangan cairan, dan tipe penyakit.
Rujuk pada terapi fisik atau okupasi
Latihan setiap hari terprogram dan aktifitas yang membantu pasien mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan tonus otot












BAB III

PENUTUP


A.  KESIMPULAN

      1.      AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.

      2.      Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.

      3.      Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah ( transfuse darah, penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang mengandung AIDS), transmisi dari ibu ke anak yang mengidap AIDS.

.

B.  SARAN

Berdasarkan simpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran, diantaranya adalah :

1.      Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian AIDS.

  1. Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada klien AIDS.
















DAFTAR PUSTAKA


Heri.”Asuhan Keperawatan HIV/AIDS”,(Online),(http://mydocumentku.blogspot. com/2012/03/asuhan-keperawatan-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)

Istiqomah, Endah.”Asuhan Keperawatan pada Klien dengan HIV/AIDS”,(Online) ,(http://ndandahndutz.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html, diakses 20 Oktober 2012)

Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius

Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC

Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit . Jakarta : EGC

UGI.2012.”Diet Penyakit HIV/AIDS”,(Online),(http://ugiuntukgiziindonesia. blogspot.com/2012/05/diet-penyakit-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)

No comments:

Post a Comment

Terimakasih Anda Telah Berkunjung Diblog Askep Perawat dan Bidan, Semoga blog saya ini berguna untuk kita semua dan masyarakat..

mohon di share dan dikomentari blog saya ini. untuk jadi motipasi memperbaiki blog saya ini..

"Terima Kasih"

Apakah Anda Puas Dengan Blog Saya..?