Teks jalan

WELCOME TO ASKEP PERAWAT DAN BIDAN. By : SANNI PEBRIANSYAH

iklan adsensecamp

Thursday, October 8, 2015

Asuhan Keperawatan GANGGUAN SISTEM GAWAT DARURAT DIAGNOSA MEDIS ASMA

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Asma merupakan salah satu penyakit respiratorik kronis yang paling sering dijumpai pada anak dengan angka rawat inap yang tinggi. Dimana asma merupakan kelainan yang kompleks dengan banyak faktor berperan dalam patogenesisnya. Oleh karena itu, tidak mudah untuk membuat definisi secara sederhana yang memuaskan semua pihak. Para perumus Konsensus Nasional Asma Anak 2002, mendefinisikan asma sebagai mengi berulang dan atau batuk persisten dengan karakteristik seebagai berikut; timbul secara episodic, cenderung pada malam / dini hari (nocturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta adanya riwayat asma atau atopi lainnya pada pasien dan / keluarga.
Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Peningkatan tersebut diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor lingkungan terutama polusi baik indoor maupun outdoor. Jumlah prevalensi asma di seluruh dunia diperkirakan 7,2% (10% pada anak-anak) dan bervariasi antara negara. Prevalensi Asma di Indonesia berdasarkan penelitian pada tahun 2002 pada anak usia 13-14 tahun adalah 6-7%. Prevalensi asma bervariasi dalam berbagai penelitian di seluruh dunia, antara lain dipengaruhi oleh definisi asma yang digunakan oleh peneliti dan metode dalam melaksanakan penelitian. Penelitian yang didapat dengan menggunakan kuesioner umumnya lebih rendah dari pada prevalensi yang diperoleh dalam penelitian klinik. Faktor lain yang mempengaruhi adalah keadaan geografis dan lingkungan serta ras. Prevalensi asma pada anak berkisar antara 2-30%. Di Indonesia prevalensi asma pada anak sekitar 10% pada usia sekolah dasar, dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama.
Penyakit ini dapat timbul pada semua usia meskipun paling banyak pada anak. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian. Pedoman nasional asma anak di dalam batasan operasionalnya menyepakatinya kecurigaan asma apabila anak menunjukkan gejala batuk dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan atopi pada pasien atau keluarganya.
Menurut jurnal tentang “Karakteristik Asma Pada Anak yang Rawat Inap di RS Prof. R.D Kandouw Malalayang Manado” bahwa prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di Negara maju maupun Negara dalam berkembang. Oleh demikian, maka semakin memacu dunia kesehatan khususnya keperawatan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan pelaksanaan dalam membantu program pemerintah dengan upaya mengurangi angka kesakitan terutama asma pada anak di Indonesia.
B.     Tujuan
Mahasiswa Mampu mengidentifikasi teori dan konsep penyakit asma pada anak dan mampu mengintegrasikannya dalam asuhan keperawatan sesuai standard.
BAB II
KONSEP DASAR
A.    Definisi
Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif mukosa bronkus terhadap alergen. Reaksi hipersensitif pada bronkus dapat mengakibatkan pembengkakan pada mukosa bronkus. (Sukarmain, 2009).
Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit bernapas. Terjadi beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu dinding saluran napas membengkak, adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak menutupi sebagian saluran napas, hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi tersumbat, dan otot-otot saluran napas mengencang tetapi semuanya dapat dipulihkan ke kondisi semula dengan terapi yang tepat. Selama terjadi serangan asma, perubahan dalam paru-paru secara tiba-tiba menjadi jauh lebih buruk, ujung saluran napas mengecil, dan aliran udara yang melaluinya sangat jauh berkurang sehingga bernapas menjadi sangat sulit
B.     Klasifikasi Asama
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a.       Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan.
b.      Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).  
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
c.  Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian.
2.  Klasifikasi asma  (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008) yaitu:
a.  Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
b.      Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
3.  Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
Tabel Klasifikasi Derajat Asma
Derajat Asma
Gejala
Gejala Malam
Fungsi Paru
Intemitten
Mingguan
·   Gejala <1x/minggu.
·   Tanpa gejala diluar serangan.
·   Serangan singkat.
·   Fungsi Paru asimtomatik dan normal luar serangan.
≤ 2 kali
Sebulan
VEPI atau APE ≥ 80 %.
Persisten Ringan Mingguan
·   Gejala <1x/ minggu tapi < 1x/hari.
·   Serangan dapat menganggu aktivitas dan tidur.
≤ 2 kali
seminggu
VEPI atau APE ≥ 80 % Normal
Persisten Sedang Harian
·   Gejala harian.
·   Menggunakan obat setiap hari.
·   Serangan dapat menganggu  aktivitas dan tidur.
·   Serangan 2x/minggu bisa berhari-hari.
> sekali seminggu
VEPI atau APE > 60 % Tetapi ≤ 80% normal.
Persisten berat Kontinue
·   Gejala terus-menerus.
·   Aktivitas fisik terbatas.
·   Sering serangan.
Sering
VEPI atau APE ≥ 80 % Normal
C.    Etiologi
Penyebab hipersensitifitas saluran pernapasan pada kasus asma banyak diakibatkan oleh faktor genetik (keturunan). Sedangkan faktor pemicu timbulnya reaksi hipersensistifitas saluran pernapasan dapat berupa:
a.       Hirup debu yang didapatkan dijalan raya maupun debu rumah  tangga.
b.      Hirupan asap kendaraan, asap rokok, asap pembakaran.
c.       Hirup  aerosol (asap pabrik yang bercampur gas buangan seperti nitrogen).
d.      Pajanan hawa dingin.
e.       Bulu binatang.
f.       Stress yang berlebihan.
Selain faktor-faktor diatas kadang juga ada individu yang sensitife terhadap faktor pemicu diatas tetapi penderita lain tidak. (Sukarmin, 2009).
D.    Anatomi,  Fisiologi dan Patofisiologi Asma
1.      Anatomi
Organ-organ pernapasan terdiri dari:
a.       Hidung
Hidung atau naso atau  nasal merupakan saluran udara  yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk  menyaring  udara,  debu,  dan  kotoran  yang  masuk  ke  dalam lubang hidung.
b.        Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c.          Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang  rawan  yang  berfungsi  pada  waktu  kita  menelan  makanan menutupi laring.
d.      Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi  oleh  selaput  lendir  yang  berbulu  getar    yang  disebut  sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e.        Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak   terdapat   cincin   lagi,   dan   pada   ujung   bronkioli   terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f.        Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2  masuk ke dalam darah dan CO2  dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini   bercabang-cabang   banyak   sekali,   cabang   ini   disebut   duktus alveolus.   Tiap   duktus   alveolus   berakhir   pada   alveolus   yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung.  Paru-paru  dibungkus  oleh  selaput  yang  bernama  pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada  pembungkus)  yaitu  selaput  paru  yang  langsung  membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
2.      Fisiologi Asma
Proses terjadinya Pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2  dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2  dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis  kemudian  massuk  ke serambi  kiri  jantung  (atrium  sinistra) menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel- sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran adalah  CO2   dan  dikeluarkan  melalui  peredaran  darah  vena  masuk  ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan (ventrikel  dekstra)  dan  dari  sini  keluar  melalui  arteri  pulmonalis  ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan  panjang  menuju  paru-paru  (sampai  alveoli).  Pada  laring terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak  masuk ke trakhea, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam laring, maka  akan  mendapat  serangan  batuk,  hal  tersebut  untuk  mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi (menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2  dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian  rongga  dan  dengan  demikian  rongga  dada  menjadi  kecil kembali,   maka   udara   didorong   keluar.   Jadi   proses   respirasi   atau pernapasan  ini  terjadi  karena  adanya  perbedaan  tekanan  antara  rongga pleura dan paru-paru.
Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada  yang lunak,  yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan.
Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka  ini  dinamakan  pernapasan  perut.  Kebanyakan  pada  orang  tua, Karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.
3.      Patofisiologi Asma
Adanya debu, asap rokok, bulu binatang, hawa dingin terpapar pada penderita. Benda-benda tersebut setelah terpapar ternyata tidak dikenalioleh system ditubuh penderita sehingga dianggap sebagai benda asing (antigen). Anggapan itu yang kemudian memicu dikeluarkannya antibody yang berperanan sebagai respon reaksi hipersensistif seperti neuropil, basofil, dan immunologlobulin E. Masuknya antigen pada tubuh yang memicu reaksi antigen-antibodi yang membentuk ikatan seperti key and lock (gembok dan kunci).
Ikatan antigen dan antibody akan merangsang peningkatan pengeluaran mediator kimiawi seperti histamine, neurophil chemotactic slow acting, epinefrin, norepinefrin, dan prostaglandin. Peningkatan mediator-mediator kimia tersebut akan merangsang penungkatan permiabilitas kapiler, pembengkakan pada mukosa saluran pernapasan (terutama bronkus). Pembengkakan yang hamper merata pada semua bagian bronkus akan menyebabkan penyempitan bronkus (bronkokontriksi) dan sesak napas. Penyempitan bronkus (bronkokontriksi) dan sesak nafas. Penyempitan bronkus akan meurunkan jumlah oksigen luar yang masuk saat inspirasi sehingga menurunkan oksigen yang darah. Kondisi ini akan berakibat pada penurunan oksigen jaringan sehingga penderita terlihat pucat dan lemah.
Pembengkakan mukosa bronkus juga akan meningkatkan sekresi mucus dan meningkatakan pergerakan silia pada mukosa. Penderita jadi sering batuk dengan produksi mucus yang cukup banyak.
E.     Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada penderita asma (Sujono Riyadi, 2009) antara lain:
a.       Sesak napas
Sesak napas yang dialami penderita asma terjadi setelah berpaparan dengan bahan allergen dan menetap beberapa saat.
b.      Batuk
Batuk yang terjadi pada penderita asma merupakan usaha saluran pernapasan untuk mengurangi penumpukan mucus yang berlebihan pada saluran pernapasan dan partikel asing yang melalui gerakan silia mucus yang ritmik keluar. Batuk yang terjadi pada penderita asma sering bersifat produktif.
c.       Suara pernapasan wheezing
Suara ini dapat digambarkan sebagai bunyi yang bergelombang yang dihasilkan dari tekanan aliran udara yang melewati mukosa bronkus yang mengalami pembengkakan tidak merata. Whezing pada penderita asma akan terdengarpada saat ekspirasi.
d.      Pucat
Pucat pada penderita asama tergantung pada tingkat penyempitan bronkus. Pada penyempitan yang luas penderita mengalami sianosis karena kadar karbondioksida yanag ada lebih tinggi daripada jaringan.
e.       Lemah
Oksigen didalam tubuh difungsikan untuk respirasi sel yang akan digunakan untuk prosesmetabolisme sel termasuk pembentukan energi yang bersifat aerobik seperti glikolisis. Kalau jumlah oksigen berkurang maka proses pembentukan energi secara metabolik juga menurun sehingga penderita mengeluh lemah.
Tanda dan gejala lain asma pada anak antara lain:
a.       Sulit tidur karena napas yang pendek, batuk atau napas sengau.
b.      Batuk atau sengau yang memburuk ketika terserang virus pernapasan, seperti pilek dan flu.
c.       Tertundanya penyembuhan atau mengalami bronchitis setelah infeksi saluran pernapasan.
d.      Kelelahan atau masalah pernapasan terjadi ketika bermain atau olahraga.
Tanda dan gejala asma berbeda pada setiap anak, dan dapat memburuk atau membaik. Ketika suara sengau adalah yang paling dihubungkan dengan asma, tidak semua anak dengan asma bersuara sengau. Anak anda dapat hanya memiliki satu tanda atau gejala, seperti batuk yang tidak hilang atau penyumbatan di dada. Terkadang sulit untuk mengatakan apakah gejala pada anak anda disebabkan oleh asma. Napas sengau dan gejala seperti asma lain mungkin disebabkan infeksi bronchitis atau masalah pernapasan lain.
F.     Pemeriksaan Penunjang
Uji faal paru dan analisis gas darah dapat menggambarkan derajat serangan asma (lihat tabel). Uji provokasi bronkus dilakukan dengan menggunakan histamin, metakolin, atau beban lari. Hiperreaktivitas positif bila Peak Flow Rate (PFR), FEV1 (force expiratory volume in 1 second) turun > 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi bronkodilator nilainya kembali normal. Bila PFR dan PEV1 sudah rendah dan setelah diberi bronkodilator naik > 15 %, berarti hiperreaktivitas bronkus positif dan uji provokasi tidak diperlukan.
Pada foto dada PA akan tampak corakan paru yang meningkat. Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan asma kronik. Atelektasis sering ditemukan pada ≥ 6 tahun. Foto sinus paranasalis diperlukan jika asma sulit terkontrol untuk melihat adanya sinusitis.
Pemeriksaan eosinofil dalam darah, secret hidung, dan dahak dapat menunjang diagnosis asma. Dalam sputum dapat ditemukan Kristal Charcot-Leyden dan spiral Curshman. Uji tuberculin penting bukan saja karena Indonesia masih banyak tuberculosis, tetapi jika ada tuberculosis dan tidak diobati, asmanya mungkin akan sukar dikontrol. (MArif Mansjoer, 2000).
G.    Komplikasi 
Adapun komplikasi dari asma, yaitu:
1)      Pneumothoraks
adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam rongga pleura, yang terjadi secara spontan atau sebagai akibat trauma. 
2)      Emfisema
adalah suatu keadaan abnormal pada anatomi paru dengan adanya kondisi klinis berupa melebarnya saluran udara bagian distal bronkhiolus terminal yang disertai dengan kerusakn dinding alveoli.
3)       Atelektasis
adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan adanya proses penyakit parenkim yang disebabkan oleh obstruksi bronkhus.
4)       Gagal nafas
adalah ketika pertukaran gas antara oksigen dengan karbon dioksida di paru tidak dapat mengimbangi laju konsumsi oksigen dan produksi karbon dioksida pada sel tubuh. Kondisi ini mengakibatkan tekanan oksigen arterial kurang dari 50mmHg (hipoksemia) dan tekanan karbon dioksida arterial meningkat lebih dari 45mmHg (hiperkapnea).
5)       Brokitis
 adalah peradangan dari satu atau lebih bronkus yang dapat disebabkan oleh karena terkena dingin,penghirupan bahan-bahan iritan dan oleh karena infeksi akut.
6)      Status Asmatikus  
adalah bentuk hebat dari asma akut dimana obstruksi jalan nafas tahan terhadap terapi obat konvensional dan berakhir lebih dari 24 jam.
7)      Disritmia
adalah gangguan pada frekuensi jantung regular atau irama yang disebabakan oleh perubahan pada konduksi elektrik atau otomatisasi(Rab,1996).
H.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan asma antara lain:
1.      Anak dengan episode pertama wheezing tanpa distress pernapasan, bisa dirawat di rumah hanya dengan terapi penunjang. Tidak perlu diberi bronkodilator.
2.       Anak dengan distres pernapasan atau mengalami wheezing berulang, beri salbutamol dengan nebulisasi atau MDI (metered dose inhaler). Jika salbutamol tidak tersedia, beri suntikan epinefrin/adrenalin subkutan. Periksa kembali anak setelah 20 menit untuk menentukan terapi selanjutnya:
a.       Jika distres pernapasan sudah membaik dan tidak ada napas cepat, nasihati ibu untuk merawat di rumah dengan salbutamol hirup atau bila tidak tersedia, beri salbutamol sirup per oral atau tablet.
b.      Jika distres pernapasan menetap, pasien dirawat di rumah sakit dan beri terapi oksigen, bronkodilator kerja-cepat dan obat lain seperti yang diterangkan di bawah.
3.      Jika anak mengalami sianosis sentral atau tidak bisa minum, rawat dan beri terapi oksigen, bronkodilator kerja-cepat dan obat lain yang diterangkan di bawah.
4.      Jika anak dirawat di rumah sakit, beri oksigen, bronkodilator kerja-cepat dan dosis pertama steroid dengan segera. Respons positif (distres pernapasan berkurang, udara masuk terdengar lebih baik saat auskultasi) harus terlihat dalam waktu 20 menit. Bila tidak terjadi, beri bronkodilator kerja cepat dengan interval 20 menit.
5.      Jika tidak ada respons setelah 3 dosis bronkodilator kerja-cepat, beri aminofilin IV.
6.      Oksigen
Berikan oksigen pada semua anak dengan asma yang terlihat sianosis atau mengalami kesulitan bernapas yang mengganggu berbicara, makan atau menyusu (serangan sedang-berat).
7.      Bronkodilator kerja-cepat
Beri anak bronkodilator kerja-cepat dengan salah satu dari tiga cara berikut: nebulisasi salbutamol, salbutamol dengan MDI dengan alat spacer, atau suntikan epinefrin/adrenalin subkutan, seperti yang diterangkan dibawah.
a.       Salbutamol Nebulisasi:
Alat nebulisasi harus dapat menghasilkan aliran udara minimal 6-10 L/menit. Alat yang direkomendasikan adalah jet-nebulizer (kompresor udara) atau silinder oksigen. Dosis salbutamol adalah 2.5 mg/kali nebulisasi; bisa diberikan setiap 4 jam, kemudian dikurangi sampai setiap 6-8 jam bila kondisi anak membaik. Bila diperlukan, yaitu pada kasus yang berat, bisa diberikan setiap jam untuk waktu singkat.
b.       Salbutamol MDI dengan alat spacer
 Alat spacer dengan berbagai volume tersedia secara komersial. Penggunaannya mohon lihat buku Pedoman Nasional Asma Anak. Pada anak dan bayi biasanya lebih baik jika memakai masker wajah yang menempel pada spacer dibandingkan memakai mouthpiece. Jika spacer tidak tersedia, spacer bisa dibuat menggunakan gelas plastik atau botol plastik 1 liter. Dengan alat ini diperlukan 3-4 puff salbutamol dan anak harus bernapas dari alat selama 30 detik.
c.        Epinefrin (adrenalin) subkutan
 Jika kedua cara untuk pemberian salbutamol tidak tersedia, beri suntikan epinefrin (adrenalin) subkutan dosis 0.01 ml/kg dalam larutan 1:1 000 (dosis maksimum: 0.3 ml), menggunakan semprit 1 ml. Jika tidak ada perbaikan setelah 20 menit, ulangi dosis dua kali lagi dengan interval dan dosis yang sama. Bila gagal, dirawat sebagai serangan berat dan diberikan steroid dan aminofilin.
8.      Bronkodilator Oral
Ketika anak jelas membaik untuk bisa dipulangkan, bila tidak tersedia atau tidak mampu membeli salbutamol hirup, berikan salbutamol oral (dalam sirup atau tablet). Dosis salbutamol: 0.05-0.1 mg/kgBB/kali setiap 6-8 jam
9.      Steroid
Jika anak mengalami serangan wheezing akut berat berikan kortikosteroid sistemik metilprednisolon 0.3 mg/kgBB/kali tiga kali sehari pemberian oral atau deksametason 0.3 mg/kgBB/kali IV/oral tiga kali sehari pemberianselama 3-5 hari.
10.  Aminofilin
a.       Jika anak tidak membaik setelah 3 dosis bronkodilator kerja cepat, beri aminofilin IV dengan dosis awal (bolus) 6-8 mg/kgBB dalam 20 menit. Bila 8 jam sebelumnya telah mendapatkan aminofilin, beri dosis setengahnya. Diikuti dosis rumatan 0.5-1 mg/kgBB/jam. Pemberian aminofilin harus hati-hati, sebab margin of safety aminofilin amat sempit.
b.      Hentikan pemberian aminofilin IV segera bila anak mulai muntah, denyut nadi >180 x/menit, sakit kepala, hipotensi, atau kejang. Jika aminofilin IV tidak tersedia, aminofilin supositoria bisa menjadi alternatif.
11.  Antibiotik
Antibiotik tidak diberikan secara rutin untuk asma atau anak asma yang bernapas cepat tanpa disertai demam. Antibiotik diindikasikan bila terdapat tanda infeksi bakteri.
12.  Pemantauan
Anak yang dirawat di rumah sakit seharusnya diperiksa oleh perawat sedikitnya setiap 3 jam, atau setiap 6 jam setelah anak memperlihatkan perbaikan dan oleh dokter minimal 1x/hari. Catat tanda vital. Jika respons terhadap terapi buruk, rujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap fasilitasnya. (Diakses dari http://www.who.int/child-adolescent-health/.
I.       Pencegahan
Berikut beberapa cara untuk mencegah serangan asma dan penyakit komplikasi lainnyan yang timbul karena asma, khususnya pada anak antara lain:
1.      Menghindari atau memimnimalisir dari factor penyebab asma pada anak, seperti: kelelahan bermain, berolaraga, asap rokok, debu, polusi dari lingkungan, sekitar tempat tinggal, konsumsi ice krim dan beberapa jenis makanan lainnya yang memicu alergi.
2.      Berolaraga ringan yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi tubuh itu sendiri, seperti: berenang, jogging dengan track yang mudah dipagi hari. Hal yang perlu diingit jangan terlalu berlebihan dalam melakukan jenis olaraga jenis apapun.
3.      Bila anak memiliki berat badan yang berlebih, disarankan untuk mengurangi berat badan agar timbunan lemak, kalori dan zat tubuh yang tidak diperlukan dalam tubuh agar keluar dan tidak menyebabkan terjadinya sesak napas dan penyakit komplikasi kronis lainnya, seperti Diabetes Melitus, kolestrol, jantung dsb.
4.      Mencegah sebaik mungkin dari penyakit saluran pernapasan, seperti: flu, pilek, batuk.
5.      Jika memelihara suatu jenis binatang peliharaan, seperti kucing, anjing dsb, perhatikan akan kebersihan kandangnya, makanan dan tubuh binatang tersebut agar bulu-bulu halusnya tidak rontok dan berterbangan.
6.      Menghindari atau mengurangi mengkonsumsi makanan dan minuman tertentu yang bersifat terlalu  manis, seperti: ice cream, kue-kue dengan tingkat rasa yang terlalu manis.
7.      Selalu menjaga lingkungan sekitar rumah terutama bagian dalam rumah. Jika rumah memiliki peralatan atau perabotan rumah tangga yang cukup banyak atau pajangan rumah lainnya, cobalah ditata sedemikian rupa agar rumah terlihat lebih luas dan upayakan agar sirkulasi udara dalam rumah tetap berjalan baik dan berbagai sudut rumah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWTAN
A.    Pengkajian
1.      Pengkajian Primer
a.      Airway : mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol
servikal.
-          Peningkatan sekresi pernafasan.
-          Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b.  Breathing : mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat.
-          Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
-          Menggunakan otot aksesoris pernafasan.
-          Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis 
b.      Circulation : mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan.
-          Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi.
-          Sakit kepala.
-          Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah.
-          Papiledema.
-          Urin output meurun
d.      Dissability : mengecek status neurologis.
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
e.       Exposure : environmental control, buka baju penderita tapi cegah hiportermia.
2.      Pengkajian Sekunder
1.      Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran. 
Pengkajian riwayat keperawatan berdasarkan pola kesehatan fungsional menurut Gordon: 
a)      Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat
Orang tua penderita yang sudah remaja biasa menganggap sebagai penyakit yang serius karena muncul sesak napas yang menggangu aktivitas.
b)      Pola metabolik nutrisi
Dapat muncul mual dan anoreksia sebagai dampak penurunan oksigen jaringan gastrointestinal. Anak biasanya mengeluh badannya lemah karena penurunan asupan nutrisi, terjadi penurunan berat badan.
c)      Pola eliminasi
Anak dengan asma jarang terjadi gangguan eleminasi baik buang air besar maupun buang air kecil.
d)     Pola tidur-istrahat
Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan tidur karena sesak nafas. Penamapilan anak terlihat lemah, sering menguap, mata merah, anak juga sering menangis pada malam hari karena ketidaknyamanan tersebut.
e)      Pola aktivitas-latihan
Anak nampak menurun aktivitas da kelemahan fisik. Anak tampak lebih banyak minta digendong orang tuanya atau bedrest.
f)       Pola kognitif-presepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen ke otak. Pada saat dirawat anak tampak bingung kalau ditanya tentang hal-hal baru yang disampaikan.
g)      Pola presepsi diri-konsep diri
Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kurang bersahabat, tidak suka bermain, ketakutan terhadaporang lain meningkat.
h)      Pola peran-hubungan
Anak tampak malas kalau diajak bicara baik dengan teman sebaya maupun yang lebih besar, anak lebih banyak diam dan selalu bersama dengan terdekat (orang tua).
i)        Polaseksualitas-reproduktif
Pola kondisi sakit dan anak kecil sering msih sulit terkaji. Pada anak yang sudah mengalami purbetas mungkin mengalami gangguan menstruasi pada wanita tetapi bersifat sementara dan biasanya penundaan.
j)        Pola toleransi stress-koping 
Aktivitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah anak sering menangis, kalau sudah remaja saat sakit yang dominan adalah mudah tersinggung dan suka marah.
k)      Pola nilai-keyakinan 
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk dapat sumber kesembuhan dari Allah SWT.
2.       Pemeriksaan fisik
1)      Status penampilan kesehatan : Lemah.
2)      Tingkat kesadaran : Composmentis atau apatis.
3)      Tanda-tanda vital
a.       Frekuensi nadi  dan tekanan darah : Takikardi, hipertensi
b.      Frekuensi pernapasan:
Takipnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot bantu pernapasan.
c.       Suhu tubuh :Suhu tubuh pasien asma biasanya masih batas normal 36-37 oC.
4.)    Berat badan dan tinggi badan
Kecenderung an berat badan anak mengalami penurunan.
5.)    Integumen
Kulit
a.       Warna : pucat sampai sianosis
b.      Suhu
Pada hipertermi kulit teraba panas akan tetapi setelah hipertermi teratasi kulit anak akan teraba dingin.
6.)    Kepala dan Mata
Data yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah pada: Thorax dan paru-paru.
a.       Inspeksi : Frekuensi irama : kedalaman da upaya bernapas anatara lain: takipnae, dispnea progresif, pernapasan dangkal.
b.      Palpasi   :  Adanya nyeri tekan, massa, peningkatan vokal fremitus pada daerah yang terkena.
c.       Perkusi    : Pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya timpani (terisi udara) resonansi.
d.      Auskultasinya : Suara prnapasan yang meningkat intensitasnya:
-          Suara mengi (whezing)
-          Suara napas tambahan ronkhi
7)      Pemeriksaan penunjang
Pemerksaan radiologis memberi gambaran bervariasi :  Bercak konsolidasi pada bronkus.
B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum.
2.      Kerusakan  pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (spasme bronkus).
3.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
4.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5.      Risiko tinggi terhadap infeksi brhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas. 
6.      Resiko tinggi cedera (asidosis respiratorius) berhubungan dengan  hipoventilasi. 
7.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan  kurang informasi tentang penyakit asma.
C.    Intervensi Keperawatan
1.       Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum.
Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif. 
Kriteria hasil :
-          Sesak berkurang, batuk berkurang,
-          Klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, tanda vital dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
1.)     Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
2.)    Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
3.)    Berikan posisi fowler atau semi fowler. 
Rasional : posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
4.)    Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/hari (kecuali konraindikasi) tawarkan air hangat daripada air dingin.
Rasional : meningkatkan hidrasi sputum. Air hangat mengurangi kekentalan dahak sehingga mudah dikeluarkan.
5.)    Lakukan fisioterapi dada
Rasional : Merangsang gerakan mekanik lewat vibrasi dinding dada supaya sputum mudah bergerak keluar.
6.)    Berikan obat bronkilator, ekspektoran, dan mukolitik secara oral (kalau sudah memungkinkan).
Rasional : mengurangi spasme bronkus, mengencerkan dahak dan mempermudah pengeluaran dahak melalui silia dan mokus pernapasan.
7.)    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan bronkodilator dan mokolik melalui inhalasi (nebulizer). Contoh pemberian obat  flexotid dan ventolin atau flexotid dan bisolvon.
Rasional : Memudahkan pengeceran, dan pembuangan secret  dengan cepat.  
2.      Kerusakan  pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (spasme bronkus).
Tujuan : Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas.
Kriteria hasil :
-          Setelah dilakukan intervensi, anak akan mempunyai pertukaran gas yang adekuat, dengan GDA dalam rentang normal, PO2 ≥ 80 mmHg, Pa CO2 = 35-45 mmHg, dan pH = 7,35-
Intervensi:
1.)    Kaji/awasi secara rutin kulitdan membran mukosa.
Rasional : Melihat adanya sianosis perifer atau sentral. Sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
2.)    Lakukan Palpasi fremitus.
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumpulan cairan/udara.
3.)    Awasi tanda vital dan irama jantung.
Rasional : Takikardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
4.)    Posisikan klien pada posisi yang nyaman.
Rasional : Untuk meningkatkan pertukaran gas yang optimal.
5.)    Kolaborasi dalam memerikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasilGDA dan toleransi pasien.
Rasional : Memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.
3.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi anak dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
-           Nafsu makan baik,
-          Menunjukkan peningkatan beratberat badan.
Intervensi :
1.)    Kaji status nutrisi klien.
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.  
2.)    Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh. 
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan keperawatan.
3.)    Timbang berat badan dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
4.)    Auskultasi bunyi usus.
Rasional : bunyi usus mungkin menurun/ tak ada bila proses infeksi berat atau memanjang. Distensi abdomen terjadi akibat menelan udara atau menunjukkan pengaruh toksin bakteri saluran GI.
5.)    Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : tindakan ini untuk meningkatkan/ memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
6.)     Kolaborasi dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi. Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
7.)    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetik dan vitamain sesuai indikasi.
Rasional : Antiemetik untuk menghilangkan mual/muntah dan vitamin  untuk meningkatkan pertahanan imun.  
4.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria hasil :
-          KU klien baik, badan tidak lemas,
-           klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatanotot terasa pada skala sedang.
Intervensi:
1.)    Kaji/evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2.)    Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
3.)     Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
4.)    Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5.)    Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.
5.      Risiko tinggi terhadap infeksi brhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas.
Tujuan : Mencegah komplikasi dan memburuknya keadaan anak.
Kriteria hasil :
-          Anak/ keluarga akan dapat mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
-          Anak/ keluarga akan memperlihatkan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi: 
1.)    Awasi suhu pasien.
Rasional: Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.
2.)    Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi
3.)    Kolaborasi dalam dapatkan spesimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk pewarnaan gram, atau kultur/sensitifitas.
Rasional: Untuk mengidentifikasi organisme penyabab dan kerentanan terhadap berbagai anti mikrobial.
6.      Resiko tinggi cedera (asidosis respiratorius) berhubungan dengan  hipoventilasi.
Tujuan: Klien tidak mengalami asidosis.
Kriteria hasil :
-          Setelah dilakukan intervensi, anak tidak memperlihatkan tanda-tanda asidusis respiratorius.
Intervensi:
1.)     Cegah muntah pada anak.
Rasional : Mencegah agar tidak terjadinya asidosis pada anak.
2.)    Lakukan tindakan untuk memperbaiki ventilasi.
Rasional : Hipoventilasi dapat menyebabkan akumulasi CO2
3.)    Pantau pH darah dengan cermat.
Rasional : pH normal dapat meningkatkan efek bronkodilator.
4.)    Beri natrium bikarbonat sesuai ketentuan.
Rasional : Untuk mencegah atau memperbaiki asidosis.
7.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan  kurang informasi tentang penyakit asma.
Tujuan: Memberi informasi tentang proses penyakit/ prognosis  dan program pengobatan
Kriteria hasil:
-          Setelah dilakukan intervensi, keluarga menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit dan tindakan.
Intervensi :
1.)    Jelaskan tentang penyakit individu.
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
2.)    Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
Rasional : Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan merugikan
3.)    Tunjukkan tekhnik penggunaan inhaler.
Rasional : Pemberian obat yang tepat akan meningkatkan keefektifanya.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWTAN
A.    Kesimpulan
Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif mukosa bronkus terhadap alergen. Reaksi hipersensitif pada bronkus dapat mengakibatkan pembengkakan pada mukosa bronkus. Dalam penanganan keperawatan gawat darurat status asma dapat disesuaikan dengan etiologi atau faktor pencetusnya.
B.     Saran
Diharapkan setelah mempelajari makalah  “Asuhan Keperawatan Gawat darurat II pada gangguan sistem pernafasan pada anak : status asma” pembaca khususnya mahasiswa/ aakademi keperawatan dapat mengerti dan mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan sesuai rencana keperawatan secara komprehensif.
 
 
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, Suprohaita dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Edisi Ketiga. Halaman 461-462.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Diakses pada dari http://www.who.int/child-adolescent-health/). Pada tanggal 30 Desember 2014. Pukul : 22.00 WITA.
Doenges, Marylinn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Felix. 2014.  Askep Kegawatdaruratan Akibat Asma. Diakses dari http://felixnurse87.wordpress.com/2012/04/20/askep-kegawatdaruratan-akibat-asma-2./. Pada tanggal  31 Desember 2014 pada pukul 01.45 WITA.
http://penyakitasma.com/pencegahan-dan-pengobatan-asma-pada-anak/. Diakses pada tanggal 31 Desember 2014 pada pukul 01.45 WITA.
Kuzemo.  2001. Atshma pada Anak. Jakarta: Yayasan Essentia Medika.  Edisi Pertama. Halaman 87-89.
Sujono Riyadi, Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta:  Graha Ilmu. Edisi Pertama. Halaman 83-95.
Tanjung, dudut. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses dari http://google.com. Tanggal 31 Desember 2014. Pukul 02.15 WITA.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih Anda Telah Berkunjung Diblog Askep Perawat dan Bidan, Semoga blog saya ini berguna untuk kita semua dan masyarakat..

mohon di share dan dikomentari blog saya ini. untuk jadi motipasi memperbaiki blog saya ini..

"Terima Kasih"

Apakah Anda Puas Dengan Blog Saya..?