BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Usaha peningkatan kesehatan
masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan
saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, dimana penyakit yang terbanyak
diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak,
ibu hamil dan ibu menyusui serta anak bawah lima tahun. Salah satu penyakit
yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Atas) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi
akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak
diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan
sudah mampu. dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya
cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak
dapat pula memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya
hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
ISPA masih merupakan masalah
kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup
tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan
mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan
diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan
oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena
pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka
mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan
karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai
penyulit-penyulit dan kurang gizi. Data morbiditas penyakit pneumonia di
Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita. Untuk
mengurangi terjadinya ISPA pada anak dan balita maka dilakukan deteksi dini
oleh masyarakat atau kader dengan cirri balita dan anak dalam keadaan batuk,
sukar bernafas, segera dibawa ke puskesmas atau UPK terdekat untuk mendapatkan
pengobatan.
1.2 Tujuan
-
Untuk mendapatkan gambaran secara
nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien ISPA.
-
Untuk memperoleh gambaran nyata
mengenai : Pengkajian klien ISPA Diagnosa yang mungkin timbul pada klien ISPA
Intervensi yang akan dilaksanakan pada klien ISPA Pelaksaan tindakankeperawatan
pada klien ISPA Evaluasi keperawatan klien ISPA
1.3 Manfaat
-
Sebagai bahan pembelajaran untuk penderita ISPA agar
lebih menjaga kesehatannya.
-
Sebagai tambahan membuat asuhan keperawatan.
-
Sebagai sumber informasi bagi para pembaca.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi
Infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut
saluranpernafasan atas maupun bawah yang disebabkan
oleh infeksi jasad renik ataubakteri,
virus, maupun reketsia tanpa atau disertai
dengan radang parenkimparu.
o
ISPA adalah masuknya mikroorgamisme (bakteri, virus,
riketsia) ke dalamsaluran pernafasan yang menimbulkan gejala penyakit yang
dapat berlangsungsampai 14 hari.
- ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA
a. Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru.
Kejadiannya bisa secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis
simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang
lebih dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit
virus yang paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus,
Coxsackie, dan Echo.
b. Manusia
1. Umur
Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan,
anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih
besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak
di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasnya
masih sempit.
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993),
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA
pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
3. Status Gizi
Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih
merupakan penyebab utama kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan
tetapi anak-anak yang meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya didahului
oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi
buruk sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam
tubuh.
4. Berat Badan Lahir
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai
suatu berat lahir <2.500 gram. Menurut Tuminah (1999), bayi dengan BBLR
mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi dengan berat ≥2500 gram
saat lahir selama tahun pertama kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab
kematian terbesar akibat infeksi pada bayi baru lahir.
5. Status ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh
kembang bayi kaya akan faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri
dan virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan menghasilkan
kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan (Imunoglobulin, Lisozim,
Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit) yang sangat penting untuk
melindungi bayi dari infeksi.
6. Status Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi
seseorang terhadap penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari
penyakit infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa
pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak.
c. Lingkungan
1. Kelembaban Ruangan
Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala
Medan (2004), dengan desain cross sectional didapatkan bahwa kelembaban
ruangan berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita. Berdasarkan hasil uji
regresi, diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan mempunyai exp (B) 28,097,
yang artinya kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi
faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 28 kali.
2. Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah
memiliki suhu optimum 18- 300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah
dibawah 180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat.
Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko
terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.
3. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi
pertama adalah menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar.
Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut
tetap terjaga.
4. Kepadatan Hunian
Rumah
Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan
(2004) menemukan proses kejadian pneumonia pada anak balita lebih besar pada
anak yang tinggal di rumah yang padat dibandingkan dengan anak yang tinggal di
rumah yang tidak padat. Berdasarkan hasil penelitian Chahaya tahun 2004,
kepadatan hunian rumah dapat memberikan risiko terjadinya ISPA sebesar 9 kali.
5. Penggunaan Anti
Nyamuk
Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari
gigitan nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena
menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di lingkungan
rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah
timbulnya gangguan pernafasan.
6. Bahan Bakar Untuk Memasak
Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari
dapat menyebabkan kualitas udara menjadi rusak. Kualitas udara di 74% wilayah
pedesaan di China tidak memenuhi standar nasional pada tahun 2002, hal ini
menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit paru dan penyakit paru ini telah
menyebabkan 1,3 juta kematian.
7. Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga
perokok pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya
merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic
Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian
Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan prevalensi perokok pasif pada
semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau 97.560.002 penduduk.
8. Status Ekonomi dan
Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001),
didapatkan bahwa bila rasio pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total
perbulan bertambah besar, maka jumlah ibu yang membawa anaknya berobat ke dukun
ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa ibu
dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke pelayanan
kesehatan dibandingkan dengan ibu yang status ekonominya rendah.
Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomia.
a. Infeksi Saluran
Pernafasan atas Akut (ISPaA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai
bagian faring, seperti pilek, otitismedia, faringitis.
b. Infeksi
Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)
Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis
atau laring sampaidengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas,
sepertiepiglotitis, laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis,
pneumonia.
2.2 Etiologi
Etiologi ISPA
lebih dari 300 jenis bakteri, virus,
dan jamur. Bakteripenyebabnya antara lain
dari genus streptokokus, stafilokokus,
pnemokokus,hemofilus, bordetella, dan korinebacterium.
Virus penyebabnya antara laingolongan mikovirus,
adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma,herpesvirus.Bakteri
dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA
diantaranyabakteri stafilokokus dan streptokokus serta
virus influenza yang di udara bebasakan masuk dan
menempel pada saluran pernafasan bagian
atas yaitutenggorokan dan hidung.Biasanya bakteri dan virus tersebut
menyerang anak-anak usia dibawah 2tahun yang kekebalan tubuhnya
lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga
menimbulkan risiko serangan ISPA.
Beberapa faktor
lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap
kejadianISPA pada anak adalah rendahnya asupan
antioksidan, status gizi kurang, danburuknya sanitasi lingkungan.
Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi
ISPA sebagai berikut:
1. Pneumonia berat:
ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing).
2. Pneumonia:
ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan
pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa
tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan
tonsilitis tergolong bukan pneumonia
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu
klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur
dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi
penyakit yaitu :
Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh
Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat
untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak
ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3
klasifikasi penyakit yaitu :
Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu
adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas
(pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau
meronta).
Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas
cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan
untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak
ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
2.3 Manifestasi klinis
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk
adanya demam, adanya obstruksi hidung dengan
sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi
gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel
& Ian Roberts; 1990; 451).
( sumber : http://nursingbegin.com/askep-ispa-anak/ )
2.4 Tanda dan gejala
-
Pilek biasa
-
Keluar sekret cair dan jernih dari hidung
-
Kadang bersin-bersin
-
Sakit tenggorokan
-
Batuk
-
Sakit kepala
-
Sekret menjadi kental
-
Demam
-
Nausea
-
Muntah
-
Anoreksia
Penyakit ISPA adalah penyakit yang
sangat menular, hal ini timbul karena menurunnya sistem kekebalan atau daya
tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada stadium awal, gejalanya
berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin
terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri
kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Infeksi lebih
lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila
tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga
tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang
paru).
Pada umumnya suatu penyakit saluran
pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam
perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin
berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal.
Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang
lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan
agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat
ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan
tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.
- Tanda-tanda klinis
a.
Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak
teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara
napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
b.
Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam,
hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
c.
Pada sistem
cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil
bendung, kejang dan coma.
Tanda-tanda laboratoris
a. Hypoxemia
b.Hypercapnia dan
c. Acydosis (metabolik dan atau respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan
sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan
gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan
adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari
setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor,
Wheezing, demam dan dingin.
2.5 patofisiologi
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara
yang telah tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan,
oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan
melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak
dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan
melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang
penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang
mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.
Walaupun saluran pernapasan atas (akut) secara
langsung terpajan lingkungan, namun infeksi relatif jarang terjadi berkembang
menjadi infeksi saluran pernapasan bawah yang mengenai bronchus dan alveoli.
Terdapat beberapa mekanisme protektif di sepanjang
saluran pernapasan untuk mencegah infeksi, refleksi batuk mengeluarkan benda
asing dan mikroorganisme, dan membuang mucus yang tertimbun, terdapat lapisan
mukosilialis yang terdiri dari sel-sel dan berlokasi dari bronchus ke atas yang
menghasilkan mucus dan sel-sel silia yang melapisi sel-sel penghasil mucus.
Silia bergerak dengan ritmis untuk mendorong mucus,
dan semua mikroorganisme yang terperangkap di dalam mucus, ke atas nasofaring
tempat mucus tersebut dapat dikeluarkan melalui hidung, atau ditelan. Proses
kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai system Eksalator mukolisiaris.
Apabila dapat lolos dari mekanisme pertahanan tersebut
dan mengkoloni saluran napas atas, maka mikroorganisme akan dihadang oleh
lapisan pertahanan yang ketiga yang penting (system imum) untuk mencegah
mikroorganisme tersebut sampai di saluran napas bawah.
Respons ini diperantarai oleh limfosit, tetapi juga
melibatkan sel-sel darah putih lainnya misalnya makrofag, neutrofil, dan sel
mast yang tertarik ke daerah tempat proses peradangan berlangsung. Apabila
terjadi gangguan mekanisme pertahanan di bidang pernapasan, atau
mikroorganismenya sangat virulen, maka dapat timbul infeksi saluran pernapasan
bawah.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium:
Pada pemeriksaan ditemukan gambaran sebagai berikut:
a. Hb menurun, nilai normal L: 13-16gr%, P: 12-14gr%
b. Leukosit meningkat, nilain normal 500-1000/mm3
c. Eritrosit menurun, nilai normal 4,5-5,5
juta/mm3
d.Urine biasanya lebih tua, mungkin terdapat
albuminuria karena suhu tubuh meningkat.
2.7 Penatalaksanaan
1.
Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa
Nutrisi yang adekuat,pemberian multivitamin dll.
2.
Antibiotik :
- Idealnya berdasarkan jenis
kuman penyebab
- Utama ditujukan pada
S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
- Menurut WHO :
Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,Amoksisillin,
Ampisillin,Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil
penicillin,klorampenikol,kloksasilin,gentamisin.
- Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon
dll.
2.9 Komplikasi
SPA ( saluran pernafasan akut sebenarnya merupakan
self limited disease yangsembuh sendiri dalam 5 ± 6 hari jika tidak terjadi
invasi kuman lain, tetapi penyakit ISPAyang tidak mendapatkan pengobatan dan
perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakitseperti : semusitis paranosal,
penutuban tuba eustachii, lanyingitis, tracheitis, bronchtis, dan brhonco
pneumonia dan berlanjut pada kematian karena danya sepsis yang meluas.( Whaley
and Wong, 2000 ).
BAB III
ASKEP TEORITIS
3.1. Pengkajian
- Pengkajian
Riwayat
kesehatan:
-
Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan).
-
Riwayat
penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa).
-
Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami
penyakit sepertiyang dialaminya sekarang).
-
Riwayat penyakit keluarga
(adakah anggota keluarga yang pernahmengalami sakit
seperti penyakit klien).
-
Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien).
Pemeriksaan
fisik :
Difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan:
a. Inspeksi :
-
Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
-
Tonsil tampak kemerahan dan edema
-
Tampak batuk tidak produktif
-
Tidak ada jaringan parut pada leher
-
Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasancuping hidung.
b. Palpasi :
-
Adanya demam.
-
Teraba adanya pembesaran
kelenjar limfe pada daerah leher/nyeritekan pada nodus
limfe servikalis.
-
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c. Perkusi :
o Suara paru
normal (resonance).
d. Auskultasi :
o Suara nafas
vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
Ø PENGKAJIAN
(Menurut Khaidir Muhaj (2008):
ü Identitas
Pasien.
ü Umur :Kebanyakan
infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun,
terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak
pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih
lanjut(Anggana Rafika, 2009).
ü Jenis
kelamin :Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari
2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada
laki-laki di negara Denmark (Anggana Rafika, 2009).
ü Alamat :
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Kochet al
(2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat .Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan
penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah
ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi
rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi
di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Anggana Rafika, 2009).
Riwayat Kesehatan :
1) Keluhan
Utama:
Klien mengeluh demam.
2) Riwayat
penyakit sekarang:
Dua hari sebelumnya klien mengalami
demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan
menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
3) Riwayat penyakit dahulu:
Klien sebelumnya sudah pernah
mengalami penyakit sekarang.
4) Riwayat
penyakit keluarga:
Menurut anggota keluarga ada juga yang
pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
5) Riwayat
sosial:
Klien mengatakan bahwa klien tinggal
di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya.
Pemeriksaan Persistem
B1 (Breath) :
·
Inspeksi :
o
Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan.
o
Tonsil tanpak kemerahan dan edema.
o
Tampak batuk tidak produktif,
o
Tidak ada jaringna parut pada leher,
o
Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan
tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi.
·
Palpasi :
o
Adanya demam.
o
Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher / nyeri tekan pada nodus limfe servikalis.
o
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.
·
Perkusi :
o Suara paru
normal (resonance).
·
Auskultasi :
o Suara napas
vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
B2 (Blood) : kardiovaskuler Hipertermi.
B3 (Brain) : penginderaan Pupil isokhor,
biasanya keluar cairan pada telinga, terjadi
gangguan penciuman.
B4 (Bladder) :perkemihan
Tidak ada kelainan.
B5 (Bowel) : pencernaan
Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis Minum sedikit, nyeri telan pada
tenggorokan.
B6 (Bone): Warna kulit kemerahan(Benny:2010).
Pemeriksaan
Penunjang :
1)
Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang
didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
2)
Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju
endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga
disertai dengan adanya thrombositopenia.
3)
Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.
3.2 Diagnosa keperawatan
1) Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
Tujuan :
-
suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C.
-
Pasien akan menunjukkan termoregulasi(keseimbangan
antara produksi panas,
peningaktan panas,
dan kehilangna panas).
Kriteria Hasil : Suhu tubuh kembali normal
Nadi : 60-100 denyut per menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
RR : 16-20 kali per menit
2) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
Tujuan :
-
Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah
pada BBnormal.
-
Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan
-
Tidak menunjukkan tanda malnutrisi
-
Nutrisi kembali seimbang
Kriteria hasil : A. Antropometri: berat badan, tinggi
badan, lingkar lengan
Berat badan tidak turun (stabil)
B. Biokimia:
- Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl dan perempuan
12-16 g/dl)
- Albumin normal (dewasa 3,5-5,0 g/dl)
C. Clinis:
- Tidak tampak kurus
- Rambut tebal dan hitam
- Terdapat lipatan lemak subkutan
D. Diet:
- Makan habis satu porsi
- Pola makan 3X/hari
3) Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring
dan tonsil.
Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol
Kriteria hasil : Nyeri berkurang skala 1-2
4) Risiko tinggi penularan
infeksi b.d tidak kuatnya pertahanansekunder (adanya
infeksi penekanan imun).
Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi
komplikasi
Meminimalisir penularan infeksi lewat udara
Kriteria hasil : Anggota keluarga tidak ada yang
tertular ISPA
3.3. Intervensi
1. Intervensi:
a.Observasi tanda-tanda vital
b. Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada
kepala/aksila
c. Anjurkan klien untuk
menggunakan pakaian yang tipis dan dapat
menyerap keringat seperti pakaian dari bahan katun.
d. Atur sirkulasi udara
e. Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500
ml/hari
f. Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama
fase febris penyakit.
g. Kolaborasi dengan dokter:
- Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial
- Antipiretika
Rasionalisasi:
a.
Pemantauan tanda vital yang
teratur dapat menentukanperkembangan perawatan selanjutnya.
b.
Dengan
memberikan kompres, maka akan terjadi
proseskonduksi/perpindahan panas dengan bahan perantara.
c.
Proses hilanganya panas akan
terhalangi untuk pakaian yang tebaldan tidak akan
menyerap keringat.
d.
Penyediaan udara bersih.
e.
Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh
meningkat.
f.
Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas.
g.
Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan
panas.
2. Intervensi:
a. Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB
setiap hari.
b. Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam
keadaan hangat.
c. Tingkatkan tirah baring
d. Kolaborasi: konsultasi ke
ahli gizi untuk memberikan diet sesuaikebutuhan
klien.
Rasionalisasi:
a.
Berguna untuk menentukan kebutuhan
kalori, menyusun tujuan BBdan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
b.
Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori
total.
c.
Nafsu
makan dapat dirangsang pada situasi rileks,
bersih, danmenyenangkan.
d.
Untuk
mengurangi kebutuhan metabolik.
e.
Metode makan dan kebutuhan
kalori didasarkan pada situasi ataukebutuhan individu
untuk memberikan nutrisi maksimal.
3. Intervensi:
a.
Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan
skala 0 – 10 ), faktoryang memperburuk atau meredakan
nyeri, lokasi, lama, dankarakteristiknya.
b.
Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan
terhadap debu, bahankimia, asap rokkok, dan
mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.
c.
Anjurkan untuk
melakukan kumur air hangat.
d.
Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid
oral, IV, dan inhalasi, & analgesik)
Rasionalisasi:
a.
Identifikasi karakteristik nyeri
dan faktor yang berhubunganmerupakan suatu hal yang amat
penting untuk memilih intervensi yangcocok dan untuk mengevaluasi keefektifan
dari terapi yang diberikan.
b.
Mengurangi bertambahberatnya penyakit.
c.
Peningkatan sirkulasi pada
daerah tenggorokan serta menguranginyeri tenggorokan.
d.
Kortikosteroid digunakan untuk
mencegah reaksi alergi/menghambatpengeluaran histamin
dalam inflamasi pernafasan. Analgesik untukmengurangi
nyeri.
4. Intervensi:
a. Batasi
pengunjung sesuai indikasi.
b. Jaga keseimbangan antara istirahat dan
aktivitas.
c. Tutup mulut
dan hidung jika hendak bersin.
d. Tingkatkan
daya tahan tubuh, terutama anak dibawah
usia 2 tahun,lansia, dan penderita penyakit
kronis. Konsumsi vitamin C, A danmineral
seng atau anti oksidan jika kondisi
tubuh menurun/asupanmakanan berkurang.
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur
Rasionalisasi:
a.
Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius.
b.
Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O₂ dan
memperbaikipertahanan klien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
c.
Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.
d.
Malnutrisi dapat mempengaruhi
kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
e.
Dapat diberikan
untuk organisme khusus yang teridentifikasi
dengankultur dan sensitifitas atau diberikan
secara profilaktik karena risiko tinggi.
3.3 Implementasi Keperawatan
I . Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
- Mengukur tanda tanda vital
- Mengompres kepala atau aksila dingan mengunakan air dingin
- Memerikan penjelasan kepada klien tentang manfaat mengunakan pakaian berbahan tipis
- Memberikan obat penurun panas sesuai dengan dosis dan tepat waktu
II. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
b.d anoreksia
- Membantu jenis dan makanan yang dimakan klien
- Membuat catatan makanan harian
- Monitor lingkungan selama klien makan.
- Monitor intake nutrisi
III . Nyeri akut b.d inflamasi pada membrane mukosa
faring dan tonsil
- Tingkatkan istirahat
- Berikan informasi tentang nyeri kepada keluarga anak ,seperti penyebab nyeri berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidak nyamanan dari prosedur
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali.
IV . Resiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya
pertahanan sekunder
- Membatasi pengunjung
- Mempertahankan teknik isolasi
- Memperbanyak istirahat
3.4 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana
taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan
untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker,
2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan
myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
1. Suhu tubuh pasien dalam rentang
normal antara 36 -37,5 C.
2. Klien dapat mencapai BB yang
direncanakan mengarah kepada BB normal.
3. Nyeri hilang atau terkontrol.
4. Tidak terjadi komplikasi pada
klien.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan :
Didapat beberapa faktor resiko ISPA padapenderita
yaitu 1) faktor agen; 2) faktor manusia, yangterdiri dari faktor umur, jenis
kelamin, dan status gizi; 3)lingkungan, yang terdiri dari faktor kelembaban
udara,suhu ruangan, ventilasi, penggunaan anti nyamuk, bahanbakar untuk memasak,
dan keberadaan perokok.
Gejala yang dirasakan penderita yaitu nafsu makan
menurun,pasien merasa lesu, demam, disertai batuk dan pilek selama 5hari, sakit
tenggorokan dan terdapat tonsilitis dan faringitis akutsetelah di periksa dokter
4.2 Saran :
1.
Bagi orang tua hindarilah faktor resiko yang dapat
meningkatkankejadian ISPA pada anak, kecuali faktor resiko yang tidak
dapatdiubah seperti umur dan jenis kelamin.
2.
Membiasakan hidup sehat dan menjaga kebersihan
perseorangandan lingkungan
DAFTAR
PUSTAKA
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit,
Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan
Ed.31.EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan
Ed.31.EGC : Jakarta.
DEPKES.
1993. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. EGC
: Jakarta.
Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan
Ed. 3.EGC : Jakarta.
Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan,
EGC, Jakarta.
Achmadi,
U.F, 2003.Waspadai Penyakit Menular, Badan Peneliti danPengembangan Depkes RI,
Jakarta. Agustama., 2005.Kajian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
pada Balita.
No comments:
Post a Comment